Bisnis.com, JAKARTA - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menegaskan tidak pernah ada pihak yang mengklaim kepemilikan Kepulauan Natuna, bahkan China sudah dengan jelas menyatakan kepulauan tersebut milik Indonesia.
"Beberapa waktu lalu ada berita soal klaim Natuna. Itu sama sekali tidak benar," kata Retno dalam keterangannya kepada media massa di Kuala Lumpur, Malaysia, pada Jumat (20/11/2015).
Kepemilikan Indonesia atas Kepulauan Natuna, lanjut dia, sudah didaftarkan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa dan tidak pernah ada keberatan dari pihak mana pun, termasuk China.
Sebagai bukti terakhir, Menlu mengutip pernyataan juru bicara Menlu China yang dengan jelas menyebutkan soal kepemilikan Kepulauan Natuna oleh Indonesia. "Ini wilayah Indonesia. Titik," tegasnya.
Menlu menambahkan penentuan delimitasi, termasuk zona ekonomi eksklusif dan batas kontinental, ditarik dari garis-garis tersebut, karena yang disengketakan antara beberapa negara adalah masalah fitur berupa pulau, atol, bebatuan, dan sebagainya. "Dalam hal ini Indonesia tidak punya tumpang tindih klaim dengan negara mana pun."
Di Natuna, Indonesia mempunyai tumpang tindih batas kontinental dengan Malaysia, namun masalah tersebut sudah diselesaikan dan dicatatkan ke PBB.
Sementara soal tumpang tindih kawasan ZEE dengan Malaysia di barat dan Vietnam di utara masih dinegosiasikan.
Indonesia dan Malaysia sudah menunjuk utusan khusus untuk mempercepat proses negosiasi. Sedangkan dengan Vietnam, negosiasi yang sudah lama berhenti telah dihidupkan kembali dan akhir 2015 akan ada pertemuan lagi.
Indonesia mengajak semua pihak untuk tidak melakukan aktivitas yang dapat memantik ketegangan di kawasan, kata Menlu.
Senada dengan Retno, Menkopolhukam Luhut Panjaitan mengatakan bahwa Indonesia mengedepankan dialog dalam mengatasi masalah tersebut.
"Soal nine-dash line, kami sepakat bahwa kebebasan pelayaran, code of conduct mengemuka. Namun kita ingin mengedepankan dialog untuk mengatasi masalah itu," katanya.
Luhut menambahkan bahwa Indonesia telah merencanakan kerja sama eksplorasi di ladang potensial energi di Natuna, namun rencana itu ditunda karena harga gas turun.