Kabar24.com, JAKARTA- Saat ini, tenaga pengajar pendidikan anak usia dini mayoritas belum bergelar sarjana.
Seperti yang telah diterapkan dalam Undang-Undang Tenaga Pendidik dan Kependidikan hingga Desember 2015, minimal kualifikasi guru adalah sarjana Strata Satu (S1).
“Ada beberapa daerah yang guru PAUD-nya belum S-1,” ujar Peneliti Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Puslitjak Balitbang Kemendikbud) Tedjawati dalam diskusi pendidikan di perpustakaan Kemendikbud, Jakarta, Kamis (19/11/2015).
Meskipun belum berstatus S-1, menurut dia, hal terpenting saat ini adalah komitmen dalam mengajar anak. Tedi menjelaskan, kebanyakan guru PAUD di pedesaan berasal dari para kader Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK), Posyandu dan sebagainya. Mayoritas guru ini hanya lulusan SMA dan SMP.
Direktur Pembinaan PAUD, Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat (Ditjen PAUDNI-Dikmas), Ella Yulaelawati menerangkan, jumlah tenaga kependidikan PAUD saat ini sebanyak 588.475. Dari jumlah itu, sebanyak 22.972 berlatarbelakang pendidikan SMP dan 289.762 SMA. Kemudian, lulusan diploma sebanyak sebesar 75.678 dan S-1 sebanyak 196.181 orang. Selanjutanya, guru dan tenaga kependidikan lulusan S-2 terdapat 3.882 orang.
Ella berpendapat, sebenarnya tidak selamanya guru yang tidak S-1 itu kurang kemampuan mendidik maupun mengajar PAUD. Dengan kata lain, guru yang tidak S1 tetap baik kemampuan dan kualitasnya dibandingkan S-1 ke atas. Ella juga mengungkapkan tidak ada kebijakan Ditjen PAUDNI ihwal kewajiban guru PAUD untuk memiliki kualifikasi akademik S-1. Hal ini karena kebanyakan guru PAUDNI merupakan para kader PKK, kader Posyandu dan aktivis masyarakat.
“Karena itu lebih baik dorong mereka mengajar benar daripada melarang mereka mengajar. Program layanan PAUD harus disesuaikan kondisi daerah tanpa mengorbankan mutu,” kata Ella.