Bisnis.com, LONDON - Hasil studi ini cukup mengejutkan. Anak-anak dari keluarga religius secara umum lebih tidak ramah dan bersifat menghakimi dibanding anak-anak dari keluarga yang tak religius.
Temuan merupakan hasil studi sejumlah akademisi dari tujuh universitas di seluruh dunia yang mempelajari anak-anak yang beragama Kristen, Islam dan anak-anak yang kurang religius untuk untuk menguji hubungan antara agama dan moralitas.
Dalam laporan yang dimuat di laman Guardian, 6 November itu, akademisi itu menyimpulkan keyakinan agama berpengaruh negatif terhadap sikap menolong orang lain dan empati (altruism) pada anak-anak.
"Secara keseluruhan, temuan kami bertentangan dengan akal sehat dan asumsi umum bahwa anak-anak dari keluarga religius lebih altruistik dan baik terhadap orang lain," demikian laporan yang dimuat dalam artikel “The Negative Association Between Religiousness and Children’s Altruism Across the World, yang diterbitkan pekan lalu di jurnal Current Biology.
Sekitar 1.200 anak berusia 5 sampai 12 tahun di Amerika Serikat, Kanada, China, Yordania, Turki dan Afrika Selatan berpartisipasi dalam studi itu. Sebanyak 24% adalah Kristen, 43% Muslim, dan 27,6% non-religius. Ada juga dari Yahudi, Buddha, dan Hindu, tapi jumlah mereka terlalu kecil untuk dipertimbangkan secara stastitik.
Responden diminta memilih stiker dan kemudian diberi tahu bahwa jumlahnya tidak cukup untuk semua siswa di sekolah. Respons mereka diamati, apakah mereka mau berbagi stiker itu terhadap yang lain. Mereka juga melihat film yang menampilkan anak-anak saling mendorong untuk melihat respons terhadap peristiwa ini.
Temuan dari studi itu menunjukkan bahwa anak-anak dari rumah tangga mengidentifikasi anak-anak dari keluarga religius kurang berempati dan kurang mau berbagi dibanding anak-anak dari keluarga tidak religius. ”Studi ini juga menemukan bahwa religiusitas mempengaruhi kecenderungan bersikap menghukum."
"Laporan itu menyangkal anggapan bahwa agama merupakan prasyarat moralitas. Temuan ini menarik untuk diteliti lebih jauh," kata Keith Porteus Wood dari National Secular Society di Inggris.