Bisnis.com, MEDAN - Ratusan anggota gabungan serikat pekerja di Sumatra Utara, Selasa (20/10/2015) melakukan aksi unjuk rasa untuk mengecam Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan. Tak hanya itu, mereka juga memprotes paket kebijakan ekonomi IV yang memuat formula pengupahan baru.
Gabungan serikat pekerja dan buruh tersebut berjumlah lebih dari 20 asosiasi yang berasal dari Medan, Deli Serdang, Binjai dan Langkat. Beberapa di antaranya yakni SPSI, SBSI, SBMI, dan KSPI.
Perwakilan KSPI Deli Serdang Mujariono mengatakan selama ini proses penetapan UMP dan UMK sudah sesuai dengan kebutuhan buruh yakni melalui survei komponen standar kebutuhan hidup layak (KHL) ditambah inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
"Tapi dengan RPP Pengupahan dan paket ekonomi yang terakhir ini, penetapan upah hanya melalui pertimbangan inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Bisa dipastikan ke depan, upah yang kami terima akan semakin rendah," papar Mujariono pada hari yang sama.
Lebih lanjut, dia mengatakan dengan beberapa regulasi tersebut, kehidupan buruh akan semakin terpuruk. Kondisi ini tidak akan mendukung daya saing Indonesia khususnya Sumut menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean.
"Selama ini KHL sebanyak 60 item saja kami rasa sangat kurang. Pada tahun ini kami ingin menambahkan hingga 90 item, tapi pemerintah malah berlaku semena-mena," tambahnya.
Mujariono merinci beberapa tuntutan gabungan serikat pekerja yakni menolak upah murah bagi buruh, pembatalan RPP Pengupahan, penghapusan praktik buruh kontrak, penolakan pengeenaan pajak jaminan hari tua, dan penegakkan hukum ketenagakerjaan yang konsisten dari pemerintah.
"Paket kebijakan ekonomi ini membuktikan pemerintah hanya berpihak kepada investor dan pengusaha," ujarnya lagi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution memastikan pola penetapan upah minimum buruh tersebut sudah cukup adil. Pasalnya, di negara lain, terutama negara maju, pertumbuhan ekonomi tak dihitung sebagai komponen penetapan.
Adapun, formula pengupahan yang baru ini akan berlaku hampir di seluruh provinsi di Indonesia, kecuali Nusa Tenggara Barat (NTB),Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, Gorontalo, Kalimantan Tengah, Sulawesi Barat, dan Papua Barat. Kedelapannya mendapat pengecualian karena belum memenuhi KHL.