Bisnis.com, JAKARTA — Komisi II DPR meminta KPU untuk mencermati secara detil putusan MK No. 100/PUU-XIII/2015 yang melegitimasi penyelenggaraan pilkada calon tunggal melalui mekanisme referendum dalam pilkada serentak, agar tidak salah dalam menyusun PKPU baru.
Rambe Kamarulzaman, Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar, mengatakan putusan tersebut harus dicermati agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak ada salah tafsir dalam membuat aturan teknis berupa Peraturan KPU (PKPU) baru yang mengatur penyelenggaraan calon tunggal.
Dalam hal ini, paparnya, KPU harus jeli dalam memverifikasi makna referendum serta cara mengimplementasikan putusan tersebut. “Salah-salah, KPU bisa digugat hanya karena salah menerjemahkan putusan tersebut,” katanya di Kompleks Gedung Parlemen, Kamis (1/10).
Selain makna referendum, hal yang paling berisiko dalam merumuskan PKPU calon tunggal adalah pemaknaan tentang pasangan calon tunggal itu sendiri.
“Jangan-jangan setelah diverifikasi, pasangan yang saat ini masih menyandang predikat bakal calon tunggal tidak lolos menjadi pasangan calon. Jika satu bakal pasangan calon tidak lolos menjadi pasangan calon itu terjadi, KPU harus menyiapkan langkah agar tidak bingung lagi,” kata Rambe.
Selain itu, paparnya, KPU harus menyelaraskan tahapan pilkada bercalon tunggal dengan tahapan pilkada daerah lainnya yang sudah memasuki masa kampanye. “Nantinya, PKPU itu harus kompleks mengatur segala sesuatu tentang calon tunggal karena belum diatur dalam UU No. 8/2015 tentang Pilkada.”
Namun demikian, Rambe sendiri enggan memberikan masukan ataupun solusi kepada KPU agar tidak salah dalam menyusun PKPU calon tunggal. “Komisi II tidak akan proaktif dalam penyusunan PKPU. Kami tiak mau cawe-cawe, nanti dikira kami punya kepentingan.”
Sikap Komisi II tersebut sangat berbeda saat KPU membuat sejumlah PKPU yang berisi aturan teknis penyelenggaraan Pilkada Serentak 2015 pada awal 2015. Saat itu, KPU merekomendasikan sejumlah klausul agar masuk alam PKPU.