Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KABUT ASAP: Polisi Diminta Tak Rekayasa Kasus dan Kriminalisasi Korban Kebakaran Hutan

IPW meminta aparat kepolisian tidak merekayasa kasus dan mengkriminalisasi yang menyebabkan korban kebakaran dan asap justru ditahan dan dijadikan tersangka.
Asap kebakaran mengepul dari hutan yang berada di Kampung Sempan, Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur/Antara
Asap kebakaran mengepul dari hutan yang berada di Kampung Sempan, Kecamatan Damai, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur/Antara

Kabar24.com, JAKARTA -Rekayasa dan kriminalisasi terhadap korban kebakaran hutan menjadi hal yang digarisbawahi Indonesia Police Watch terkait kasus karhutla di Indonesia.

IPW meminta aparat kepolisian tidak merekayasa kasus dan mengkriminalisasi yang menyebabkan korban kebakaran dan asap justru ditahan dan dijadikan tersangka.

"Pihak yang aktif melakukan upaya pemadaman justru ditahan. Tanpa surat perintah, polisi melakukan penggeledahan dan pemeriksaan hingga dini hari. Aksi rekayasa kasus dan kriminalisasi kebakaran lahan sangat memprihatinkan," kata Ketua Presidium IPW Neta S Pane saat dihubungi di Jakarta, Senin (28/9/2015).

Ditegaskannya, jika cara-cara seperti ini yang dikedepankan pemerintah dan Polri, tentunya akan sulit mengatasi kasus kebakaran lahan secara tuntas.

"Kami berharap elit-elit Polri mengawasi kinerja anak buahnya. Jangan sampai kasus asap dan kebakaran lahan sekarang ini justru membuat Polri tidak profesional dan oknum-oknum kepolisian memanfaatkannya untuk kepentingan pribadi. Jika hal ini yang berkembang, penanganan kasus asap dan kebakaran lahan tidak akan pernah tuntas. Karena pelaku yang sesungguhnya melakukan pembakaran tidak pernah tertangkap," kata Neta.

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Fadhil Hasan menyarankan perlu direvisinya Undang-undang (UU) Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, sebagai solusi mengatasi kasus dugaan pembakaran sejumlah hutan di Indonesia, khususnya pasal 69.

"Dalam Undang-undang itu diperbolehkan petani membakar lahan maksimal dua hektare. Pasal tersebut adalah penyebab sulitnya melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan pembakaran hutan di tanah air," katanya.

Jika UU itu tidak direvisi, lanjutnya, maka pemerintah akan dianggap menyetujui salah satu penyebab adanya kebakaran hutan di Indonesia.

Ditegaskannya, selama ini perusahaan perkebunan telah menjalankan kebijakan pembukaan lahan tanpa bakar (Zerro Burning) dan memiliki prosedur standar tetap (SOP) Kesiapsiagaan Tanggap Darurat Kebakaran Kebun dan Lahan.

Tak hanya itu, perusahaan perkebunan juga memiliki sistem deteksi dini dan penanggulangan kebakaran melalui Tim Kesiapsiagaan Tanggap Darurat inti (TKTD).

"Semua itu menelan investasi yang besar," katanya.

Sebelumnya, Bupati Kampar Jefry Noer juga mengusulkan hal yang sama karena lahan yang terbakar didominasi struktur lahan gambut. "Karena dengan struktur lahan gambut, api tidak mudah padam dan justru merembet lebih luas dari dua hektare,' katanya.

Pengamat sosial dan politik Universitas Tanjungpura, Pontianak, Kalimantan Barat, Syarif Usmulyadi Alqadrie, menilai sangat mustahil kebakaran hutan dan lahan gambut bisa dihindari di setiap musim kemarau panjang di seluruh Indonesia.

"Setiap kali musim kemarau, hutan dan lahan gambut pasti terbakar, tidak terkecuali di areal milik korporasi kelapa sawit, hutan tanaman industri, hak pengusahaan hutan dan tambang," katanya.

Diungkapkan Usmulyadi, lahan gambut memang dikenal sebagai tempat menampung air. Tapi kalau dibuka, maka gambut mengering, mudah terbakar dan selalu menimbulkan permasalahan sosial dan politik dengan negara tetangga akibat kabut asap hasil pembakaran itu.

Menteri LHK Siti Nurbaya pun mengakui pembakaran lahan seluas dua hektare dibenarkan dalam UU No. 32/2009. Namun, ada beberapa ketentuan yang harus dipatuhi seperti masyarakat harus mempersiapkan segala kemungkinan yang terjadi.

Tetapi dari hasil pantauan di lapangan, katanya, sangat berbeda dikarenakan kurangnya pengawasan dari masyarakat yang berdampak meluasnya kebakaran lahan tersebut.

Posisi Indonesia dalam penanganan bencana asap terus mendapat sorotan dunia Internasional, seperti South China Morning Post (27/9) menyatakan Singapura berencana mendenda lima perusahaan Indonesia yang dianggap pemicu bencana kebakaran lahan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Newswire
Editor : Saeno
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper