Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Kuasai Trik Agar Karya Ilmiah Bisa Go International

Tahukah Anda apa yang menjadi penyebab mahasiswa dan lulusan pascasarjana Indonesia kurang diperhitungkan di ranah internasional?
Ilustrasi
Ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA--Tahukah Anda, apa yang menjadi penyebab mahasiswa dan lulusan pascasarjana Indonesia kerap kurang diperhitungkan di ranah publikasi internasional? Padahal, di republik ini, jumlah warga yang mengenyam pendidikan tinggi setiap tahunnya terus meningkat.

Usut punya usut, ternyata jumlah lulusan pascasarjana Indonesia masih didominasi oleh orang-orang dengan penguasaan bahasa internasional yang rendah. Untuk dapat diakui dalam publikasi internasional, sekadar mampu berbahasa Inggris saja ternyata tidak cukup.

Berdasarkan pemosisian SCImago Journal and Country Rank, Indonesia ditambatkan pada urutan ke-57 dari total 239 negara dunia, dalam hal jumlah publikasi ilmiah internasional sepanjang kurun waktu 1996-2014.

SCImago Journal and Country Rank merupakan portal yang memeringkat publikasi karya ilmiah dari setiap negara berdasarkan data dari SCOPUS. Menurut data mereka, Indonesia telah mempublikasikan tulisan ilmiah sebanyak 32.355 karya selama 18 tahun terakhir. 

Posisi Indonesia mengekor jauh dari Singapura pada peringkat ke-32 (192.492 karya), Malaysia pada posisi ke-36 (153.378 karya), dan Thailand pada ranking ke-42 (109.832 karya).

RI masih lebih baik dibandingkan Vietnam pada peringkat ke-66, Filipina ke-69, Brunei Darussalam ke-130, Laos ke-137, serta Myanmar ke-142. Sementara itu, posisi tiga besar diduduki berturut-turut oleh AS (8,62 juta karya), China (3,62 juta), dan Inggris (2,39 juta).

Data tersebut mencerminkan jumlah publikasi ilmiah Indonesia yang memiliki reputasi internasional masih sangat sedikit, bahkan kalah jika dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Anuraga Jayanegara, dalam presentasinya yang berjudul “Kiat Diterima Publikasi di Jurnal Internasional”, menggarisbawahi jurnal Indonesia kerap ditolak di ranah internasional karena dicap gagal dalam test screening, khususnya dalam hal bahasa Inggris.

“Sesuai namanya, jurnal internasional, maka jurnal internasional adalah jurnal yang naskah-naskahnya bersifat internasional. Oleh karena itu, bahasa yang digunakan pun seharusnya adalah bahasa internasional,” tegasnya.

Kebanyakan penulis jurnal dari Indonesia masih kesulitan mengomunikasikan ide secara tertulis dalam bahasa yang bukan bahasa ibunya. Padahal, kemampuan berbahasa Inggris yang presisi mutlak dibutuhkan untuk menerjang kompetisi di dunia internasional.

Nah, di Indonesia sendiri sejauh ini belum ada program yang khusus didesain untuk para peneliti, dosen, atau lulusan pascasarcana dalam meningkatkan skill berbahasa Inggris mereka secara akurat.

Baru-baru ini, Australia tertarik untuk menggarap peluang mendidik lulusan pascasarjana dalam hal kemampuan berbahasa Inggris. Salah satunya adalah lembaga UTS: Insearch, yang berasal dari Sydney.

“Ini pertama kalinya kami mengadakan pendidikan ke Indonesia. Tujuannya untuk melengkapi kemampuan berbahasa Inggris para peneliti dan dosen di sini dalam menembus publikasi karya ilmiah internasional,” jelas Direktur UTS: Insearch Mariam Kartikatresni.

Menurutnya, dengan kemampuan bahasa Inggris yang tepat, mahasiswa pascasarjana dan dosen yang melakukan riset diharapkan mampu mengomunikasikan hasil penelitian mereka secara profesional, baik lisan maupun tulisan, sehingga layak untuk publikasi internaisonal.

Mariam memetakan 7 komponen utama dalam bahasa Inggris untuk penelitian/karya ilmiah yang layak dipublikasikan secara internasional. Komponen itu a.l. vocabulary, grammar,  academic writing, academic reading, independent study, listening, dan interactions.

Vocabulary, misalnya, fokus pada kosakata inti yang sering digunakan dalam mendeskripsikan proposal riset, mengidentifikasi permasalahan, dan mendiskusikan kemajuan akademis.

Grammar lebih menitikberatkan pada tata bahasa inti dalam penulisan formal dan akademis. Writing fokus pada fitur-fitur gaya penulisan akademis yang menghasilkan teks dengan standar penelitian di level internsional.

Sementara itu, reading menekankan pada strategi keterampilan membaca dalam menganilis sebuah teks. Independent study fokus pada kemampuan belajar mandiri dan mengevaluasi informasi yang kredibel dari berbagai sumber untuk mendukung penelitian.  

Adapun, listening bertujuan untuk membiasakan diri memahami berbagai jenis percakapan akademis dan mempraktikkan keterampilan menyimak yang baik. Interactions fokus pada percakapan verbal dengan pembimbing dan mahasiswa pascasarjana lainnya.

JAJAL BALI

Program yang diperkenalkan Australia itu diujicobakan di Bali, melalui kerja sama dengan Universtas Udayana. Program itu diikuti oleh 600 pelajar dari seluruh dunia sebagai bagian dari konferensi tahunan Teaching English as A Foreign Language in Indonesia (TEFLIN).

Para peserta itu juga berpartisipasi dalam TEFLIN, yang dihelat pada 14-16 September. “Untuk TEFLIN ke-62 tahun ini, beberapa profesor akan hadir ke Indonesia guna berbagi keahlian berbahasa Inggris,” jelas Mariam.

Menurutnya, pertemuan antara akademisi Indonesia dan pengajar asing itu akan membawa manfaat besar melalui diskusi dan tukar pikiran secara profesional. Selain itu, hubungan bilateral kedua negara akan makin diperkuat.

“Kerja sama antarpengajar bahasa dari Australia dan Indonesia dalam berbagi pengalaman memungkinkan kita untuk belajar satu sama lain, dan fokus pada penerapan pendidikan bahasa,” imbuhnya.

Sementara itu, Head of the School of International Studies di UTS: Insearch Lesley Harbon berpendapat pembelajaran bahasa Inggris harus terus diasah, meski oleh native speaker atau orang yang sudah profesional sekalipun.

 “Saat ini guru bahasa membantu siswanya untuk membuat pemahaman antarbahasa. Mereka membantu para pelajar dalam menciptakan bahasa yang dapat dimengerti dengan jelas,” ujarnya.  

Oleh karena itu, sambungnya, guru bahasa pun harus merefleksikan budaya tempat mereka mengajar dalam menerapkan kurikulum dan bekerja dengan kompetensi, pengetahuan, dan keterampilan.

Mudah-mudahan, dengan semakin seriusnya upaya kaum akademisi menguasai bahasa internasional, daya saing Indonesia pun makin meroket di tengah persaingan global yang terus mengetat.

Semoga, pada masa mendatang kita bisa membaca lebih banyak lagi tulisan maupun karya ilmiah buatan bangsa Indonesia yang diakui dan dipublikasikan secara internasional, serta mampu menjadi acuan dalam literatur pencerahan.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper