Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

SEKTOR KELAUTAN: Rantai Pasok 22 Perusahaan Pengalengan Tuna Tak Jelas

Sekitar 22 perusahaan pengalengan tuna di Indonesia dan Filipina ditemukan tak melakukan bisnisnya secara berkelanjutan dengan tidak adanya informasi tentang rantai pasokan.

Bisnis.com, JAKARTA -- Sekitar 22 perusahaan pengalengan tuna di Indonesia dan Filipina ditemukan tak melakukan bisnisnya secara berkelanjutan dengan tidak adanya informasi tentang rantai pasokan.

Hal itu ditemukan oleh Greenpeace Indonesia dan Greenpeace Filipina dalam laporan terbarunya pekan ini, berjudul Tuna Cannery Ranking Indonesia and Philippines. Sebagian besar dari 22 perusahaan itu belum memenuhi kriteria kunci yakni keterlacakan, keberlanjutan dan kesetaraan.

"Saat menelusuri praktik bisnis di perusahaan pengalengan tuna di kedua negara kami menemukan banyak dari merek-merek tuna besar ternyata tidak memiliki kendali dalam rantai pasokannya sendiri. Hingga akhirnya mereka tidak dapat menelusuri dengan akurat distribusi tuna dari kapal penangkap ikan ke pengalengan, hingga ke konsumen," kata Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Arifsyah Nasution, dalam keterangan pers yang dikutip Bisnis.com, Rabu (23/9/2015).

Menurutnya,  konsumen terbiasa menggantungkan pilihan berbelanja berdasar pada merek dan reputasi perusahaan, namun studi ini menunjukan merek-merek tepercaya ternyata tidak menjamin praktik perikanan yang legal dan berkelanjutan. Apalagi hampir tidak ada perusahaan yang memberikan informasi mengenai jenis tuna yang dikalengkan serta bagaimana cara penangkapannya.

Kunci dari keterlacakan adalah mengetahui di mana dan bagaimana tuna ditangkap.Kriteria keberlanjutan, perusahaan harus berkomitmen melalui kebijakan penggunaan sumber tuna yang bebas dari praktik perikanan ilegal, merusak, dan tidak bertanggung jawab. Sedangkan  kesetaraan, adalah  mendesak perusahaan untuk mengetahui siapa yang menangkap tuna dan bagaimana mereka diperlakukan.

"Tidak terpenuhinya ketiga kriteria tersebut menjadikan konsumsi tuna sebagai proses yang tidak transparan dan sering dipenuhi dengan praktik penangkapan ikan dan ketenagakerjaan yang tidak bertanggung jawab, dan terkadang ilegal," kata Arifsyah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper