Bisnis.com, JAKARTA — Panitia kerja Pelindo II yang dibentuk Komisi VI DPR akan mendalami tiga persoalan krusial yang menyangkut perpanjangan kontrak Hutchison Port Holding, pengadaan mobile crane, dan soal etika pejabat.
Wakil Ketua Komisi VI DPR Heri Gunawan mengatakan Panja menilai ada pelanggaran serius terhadap UU No.17/2008 tentang Pelayaran yang dilakukan Pelindo II.
Menurutnya, perpanjangan kontrak pengelolaan Jakarta International Container Terminal (JICT) oleh HPH asal Hong Kong itu mestinya baru bisa dilakukan pada 2019 sesuai dengan berakhirnya masa kontrak.
“Di Pasal 344 UU No.17/2008 disebutkan tiga tahun setelah UU ini berlaku, maka semua pengusahaan pelabuhan harus merujuk pada UU ini. Jadi, pada 2011 dimulai pemberlakuan. Seharusnya Pelindo II menggunakan prosedur UU tersebut untuk meminta hak konsesi. Ironisnya, nilai kontrak yang diteken Pelindo II dengan Hutchison tersebut jauh lebih kecil dibanding konsesi pertama. Padahal, produktivitas JICT naik terus dan meningkat,” katanya dikutip dari situs resmi DPR, Jumat (18/9/2015).
Harusnya yang berhak memperpanjang kontrak, sambung Heri, adalah Kementerian Perhubungan, bukan Pelindo II. Dalam konteks ini, Pelindo II adalah operator bukan regulator.
Dalam rapat Panja tersebut terungkat, ternyata tiga Menteri Perhubungan sudah mengingatkan Dirut Pelindo II untuk mencabut perpanjangan konsesi dengan HPH. Tiga Menhub itu Freddy Numberi, EE. Mangindaan, dan sekarang Ignasius Jonan.
Persoalan krusial kedua adalah pengadaan mobile crane yang diduga menyalahi aturan perundang-undangan. Pembelian crane yang tidak difungsikan hingga tiga tahun jadi temuan tersendiri.
Sedangkan persoalan etika yang akan diungkap Panja, lanjut Heri, terkait dengan menurunnya produktivitas Pelindo II pascaperistiwa Dirut RJ. Lino yang berkomunikasi dengan pejabat pemerintah secara terbuka di depan media.
“RJ. Lino telah menciptakan iklim yang kurang kondusif dan menurunkan produktivitas korporasi. Sejak kasus ini mencuat, ada beberapa karyawannya yang dimutasi.”