Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OC Kaligis Didakwa Memberi 3 Hakim US$27.000

Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa Otto Cornelis Kaligis telah memberikan uang dengan nilai total 27 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura kepada tiga hakim dan satu panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan untuk mempengaruhi putusan terkait penyelidikan korupsi bantuan sosial Pemprov Sumut.
Pengacara Otto Cornelis Kaligis keluar ruangan mengenakan rompi tahanan, seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/7)./Antara-Vitalis Yogi Trisna
Pengacara Otto Cornelis Kaligis keluar ruangan mengenakan rompi tahanan, seusai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (14/7)./Antara-Vitalis Yogi Trisna

Bisnis.com, JAKARTA -  Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa Otto Cornelis Kaligis telah memberikan uang dengan nilai total US$27.000 dan S$5.000 kepada tiga hakim dan satu panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan untuk mempengaruhi putusan terkait penyelidikan korupsi bantuan sosial Pemprov Sumut.

"Perbuatan terdakwa bersama-sama dengan Moh Yagari Bhastara Guntur alias Gary, Gatot Pujo Nugroho dan Evy Susanti memberikan uang kepada Tripeni Irianto Putro selaku hakim PTUN Medan sebesar S$5.000  dan US$15.000, Dermawan Ginting dan Amir Fauzi selaku hakim PTUN masing-masing sebesar 5 ribu dolar AS dan Syamsir Yusfan sebesar US$2.000 selaku panitera dengan maksud untuk mempengaruhi putusan hakim dalam perkara No 25/G/2015/PTUN-MDN," kata ketua JPU KPK Yudi Kristiana dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (31/8/2015).

Hari ini Kaligis akhirnya menjalani sidang pembacaan dakwaan setelah pada 20 Agustus 2015, ia menolak hadir dalam sidang karena sakit. Sidang lanjutan pada 27 Agustus 2015 juga ditunda karena Kaligis ingin diperiksa dokter keluarga dan belum menunjuk kuasa hukum.

"Perkara tersebut adalah permohonan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara sesuai dengan UU No 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan atas Penyelidikan tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bantuan Sosial (Bansos), Bantuan Daerah Bawahan (BDB), Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan tunggakan Dana Bagi Hasil (DBH) dan Penyertaan Modal pada sejumlah BUMD pada Pemerintah Provinsi Sumatera Utara agar putusannya mengabulkan permohonan yang diajukan oleh Ahmad Fuad Lubis," tambah jaksa Yudi.

Awalnya, ada Surat panggilan permintaan keterangan dari Kejati Sumatera Utara No B-385/N.2.1/Fd 1/03/2015 tanggal 19 Maret 2015 Kepada Bendahara Umum Daerah (BUD) Pemprov Sumut APBD 2012 Ahmad Fuad Lubis berdasarkan Surat Perintah Penyelidikan (Sprinlid) Kepala Kejati Sumut No PRINT-31/N.2/Fd.1/03/2015 tanggal 16 Maret 2015 tentang dugaan terjadinya Tindak Pidana Korupsi Dana Bansos, BDB, BOS tunggakn DBH dan Penyertaan Modal sejumlah BUMD pada Pemprov Sumut, dan oleh karenanya meminta OC Kaligis sebagai kuasa hukumnya.

"Sehubungan dengan kekhawatiran pemanggilan permintaan keterangan tersebut akan mengarah kepada Gatot Pujo Nugroho selaku Gubernur Sumut, kemudian Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evy Susanti datang ke kantor terdakwa di Jalan Majapahit Blok B 122-123 Jakarta Pusat untuk berkonsultasi," ungkap jaksa Yudi.

Gatot bertemu dengan OC Kaligis, Gary, Yulius Irawansyah, Anis Rivai di kantor itu untuk membahas bagaimana mencari upaya agar panggilan-panggilan tersebut tidak mengarah kepada Gatot.

"Kemudian terdakwa menyarahkan agar tidak usah datang atas permintaan keterangan tersebut dan mengusuklan permohonan pengujian kewenangan Kejati Sumut ke PTUN Medan," jelas jaksa Yudi.

Gatot pun menyetujui hal itu sehingga pada sekitar April 2014, Ahmad Fuad Lubis menunjuk OC Kaligis dan tim sebagai penasihat hukumnya.

OC Kaligis, Gary dan Yurinda Tri Achyuni alias Indah pada akhir April 2015 kemudian menemui panitera PTUN Medan, Syamsir Yusfan untuk dipertemukan dengan Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro.

Saat bertemu dengan Tripeni, Tripeni hanya mengatakan "silakan dimasukkan saja, nanti akan kita periksa".

Setelah berkonsultasi, Gary dan Indah ke luar ruangan lebih dulu, sedangkan OC Kaligis tetap di ruangan dan memberikan amplop berisi uang 5.000 dolar Singapura kepada Tripeni Irianto Putro.

Selanjutnya OC Kaligis kembali menemui Syamsir Yusfan di ruangannya dan memberikan uang sebesar 1.000 dolar AS.

Gugatan tersebut baru didaftarkan pada 5 Mei 2015, namun sebelum gugatan didaftarkan OC Kaligis menghubungi Gatot agar menyiapkan transportasi.

"Untuk itu pada 4 Mei 2015, terdakwa memerintahkan Gary agar menghubungi Mustafa yang merupakan orang kepercayaan Gatot Pujo Nugroho agar menyampaikan rencana keberangkatan ke Medan sehingga disediakan tiket pesawat dan penjemputannya," ungkap jaksa Trimulyono Hendradi.

Pada 5 Mei 2015, OC Kaligis dan Gary kembali datang ke kantor PTUN dan menemui Tripeni di ruangan. OC Kaligis juga memberi Tripeni beberapa buku karangannya beserta satu buah amplop warna putih berisi uang sebesar 10 ribu dolar AS dengan maksud agar Tripeni menjadi hakim yang menangani gugatannya.

Setelah itu, OC Kaligis pulang ke Jakarta sedangkan Gary bertemu dengan Tripeni, dan dua hakim lain yaitu Dermawan Ginting dan Amir Fauzi untuk diperkenalkan sebagai majelis hakim dengan Tripeni sebagai ketua.

Dalam pertemuan itu, Amir Fauzi berpendapat bahwa keputusan berupa surat panggilan Kejati Sumut yang dijadikan objek permohonan adalah tidak tepat menurut ketentuan pasal 21 UU No 30 tahun 2014.

"Yang tepat menjadi objek permohonan adalah keputusan dan atau tindakan pemohon (Ahmad Fuad Lubis) dalam kaitannya dengan Penggunaan Dana Bansos, BDB, BOS dan tunggakan DBH dan penyertaan modal sejumlah BUMD," kata jaksa Trimulyono menirukan pernyataan Amir Fauzi.

Atas perbedaan pendapat itu, pada Juni 2015 setelah sidang OC Kaligis pun bertemu dengan Amir Fauzi di ruangannya untuk membahas keterangan ahli dengan mengatakan "Bagaimana Pak keterangan ahliyang kami ajukan? Apakah sesuai dengan pendapat Bapak?".

"Hal itu ditanyakan terdakwa untuk mengorek pendapat Amir Fuazi. namun Amir Fauzi menjawab 'Saya tidak dapat memberikan penjelasan terkait perkara yang sedang berjalan' Setelah itu terdakwa mengatakan 'Kalau Bapak tidak sependapat, Bapak bisa dissenting'," ungkap jaksa menirukan pernyataan Kaligis.

Selanjutnya, pada 1 Juli 2015, Sekretaris dan Kepala Bagian Administrasi dari kantor OC Kaligis and Associates Yenny Octarina Misnan melaporkan kepada OC Kaligis terkait penerimaan uang 30 ribu dolar AS dan Rp50 juta (total sekitar Rp455 juta) dari Evy Susanti.

OC Kaligis memerintahkan Yenni agar uang itu dimasukkan ke dalam 5 amplop putih yang perinciannya 3 amplop masing-masing berisi 5.000 dolar AS dan 2 amplop berisi 1.000 dolar AS. Amplop berisi uang itu kemudian diserahkan Yenni ke OC Kaligisi dan pada malam harinya, OC Kaligis, Gary, Indah berangkat ke Medan menggunakan penerbangan Garuda pukul 19.30 WIB.

Pada Kamis, 2 Juli 2015, OC Kaligis, Gary dan Indah menemui Tripeni di ruangannya dan mendesak agar gugatan itu dimasukkan dalam wewenangan pengadilan PTUN sesuai pasal 21 UU No 30 tahun 2014.

"Setelah itu, Gary dan Indah ke luar ruangan lebih dulu, sedangkan terdakwa masih tetap dalam ruangan dan menyerahkan sebuah amplop warna putih kepada Tripeni, namun Tripeni menolak, dan amplop tersebut dibawa kembali oleh terdakwa," jelas jaksa.

Saat akan bertemu dengan Dermawan dan Amir, Dermawan pun tidak datang sehingga Kaligis menyuruh Gary menunggu di kantor PTUN Medan untuk menemui Dermawan Ginting agar menjelaskan kesimpulan yang sudah dibuat, sedangkan OC Kaligis dan Indah pulang ke Jakarta.

Gary akhirnya bertemu dengan Dermwan dan memaparkan secara hukum terkait UU No 30 tahun 2014.

"Terdakwa OC Kaligis yang menghendaki agar putusan sesuai dengan petitum yaitu surat perintah penyelidikan Kepala Kejati Sumut dan surat panggilan permintaan keterangan Kejati Sumut dinyatakan tidak sah serta meminta adanya pengawasan internal lebih dulu," tambah jaksa Ahmad Burhanuddin.

Setelah mendengar paparan Gary, Dermawan menemui Amir di ruangannya dan mengatakan pihak OC Kaligis melalui Gary datang menyampaikan minta dibantu untuk dikabukan permohonannya dengan menjajikan akan diberikan uang. Keduanya sepakat memenuhi permintaan Kaligis dengan syarat Kaligis bertemu dengan Dermawan pada 5 Juli 2015.

Pada 4 Juli 2015, Dermawan dan Amir menghadap Tripeni untuk musyarah majelis hakim. Pada pertemuan itu, Dermawan menyampaikan pertemuannya dengan Gary yang meminta bantuan. Tripeni pun mengatakan bahwa Gary meminta bantuannya. Saat itu Tripeni meminta Dermawan dan Amir untuk memikirkan agar memenangkan gugatan tersebut.

"Kemudian Tripeni mengatakan bahwa jangan masuk Surat Perintah Penyelidkan Kejati Sumut karena itu bersifat umum atau pidana, tapi cukup di surat permintaan keternagan karena bersifat khusus, akhirnya mereka sepakat gugatan dikabulkan sebagian dan Dermawan Ginting ditunjuk untuk membuat konsep putusan," ungkap jaksa Trimulyono.

Di Jakarta, OC Kaligis pun bertemu dengan Evy di kantornya untuk meminta uang lagi sebesar 25 ribu dolar AS karena uang yang sebelumnya yaitu sebesar 25 ribu dolar AS telah diberikn untuk 3 hakim, tapi masih butuh dana tambahan lagi supaya aman.

"Atas hasil pertemuan itu, pada 4 Juli 2015, sekitar pukul 17.30, Evy menyampaikan kepada Gatot Pujo Nugroho," terang jaksa.

Pada 5 Juli 2015 bertempat di halaman kantor PTUN Medan, Kaligis menyerahkan uang kepada Dermawan dan Amir.

"Pada waktu itu terdakwa meminta Indah mengeluarkan dua buku dan amplop-amplop. Selanjutnya terdakwa memerintahkan Gary untuk memberi dua buku yang di dalamnya masing-masing diselipkan amplop putih berisi 5.000 dolar AS kepada Dermawan Ginting dan Amir Fauzi di tempat parkir gedung PTUN Medan," jelas jaksa.

OC Kaligis kemudian memberikan 2 amplop putih berisi uang kepada Indah dengan mengatakan "simpan ini". Indah pun menyimpannya di tas tangan hitam milik Gary dengan mengatakan "Kamu aja Ger yang simpan" saat itu OC Kaligis mengatakan "OK Gary saja yang simpan, itu yang tipis amplopnya kasih ke Pansek Syamsir Yusfan, dan yang satunya simpan dulu".

Kaligis dan Indah kemudian kembali ke Jakarta, sedangkan Gary tetap tinggal di Medan untuk menyerahkan amplop kepada Syamsir Yusfan.

Pada 6 Juli 2015 pagi, Kaligis menghubungi Gary untuk memastikan pemberian amplop. Kaligis pun memerintahkan Gary untuk memastikan pertimbangan ptuusan mengabulkan permohonan dengan mengatakan "Kalau bisa bilang ke paniteranya dibikin itu aja, diketik aja dia sekarang, kan ketahuan kan pertimbangannya, kau ngomong sama paniteranya, kau kasih itu dolarnya dulu".

Pada hari yang sama, Dermawan dan Amir bertemu Tripeni dan melaporkan bahwa keduanya telah menerima uang dari Gary pada 5 Juli 2015, namun uang dari Gary tidak sesuai harapan. Kemudian Tripeni pun menjawab "Itu kan hanya sebagian yang dikabulkan" Sehingga pada Selasa, 7 Juli 2015 pukul 11.00 WIB, majelis hakim memutuskan mengabulkan permohonan pemohon sebagian yaitu menyatakan adanya unsur penyalahgunaan wewenang dalam surat permintaan keterangan Fuad, menyatakan tidak sah keputusan permintaan keterangan Fuad dan menghukum Kejati Sumut untuk membayar perkara sebesar Rp269 ribu.

Setelah selesai sidang, Gary menemui Syamsir di ruangan dan meneyrahkan amplop berisi 1.000 dolar AS dengan mengatakan "Ini THR dari Pak OC Kaligis", kemudian Gary bersama Anis Rifai pulang ke Jakarta, sedangkan uang untuk Tripeni rencananya akan diserahkan langsung oleh Kaligis.

Padahal pada 8 Juli 2015, Syamsir menelepon Gary dan mengungkapkan bahwa Tripeni akan mudik, sehingga Gary pun diperintahkan untuk mengantarkan uang itu keesokan harinya.

Gary pun diantar Syamsir menemui Tripeni di ruangannya dan menyerahkan amplop putih berisi uang dengan mengatakan "Ini ada titipan dari Pak OC Kaligis untuk mudik" dan Tripeni menerima amplop berisi 5.000 dolar AS. Pada saat Gary ke luar dari pintu utama kantor PTUN Medai, ia ditangkap oleh petugas KPK.

"Setelah penangkapan Gary, terdakwa menelepon Yenny Octarina untuk mengamankan berkas Medan," jelas jaksa AHmad Burhanuddin.

Perbuatan OC Kaligis merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.

Atas dakwaan tersebut OC Kaligis mengatakan langsung mengajukan eksepsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Martin Sihombing
Sumber : ANTARA

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper