Bisnis.com, JAKARTA—PT Mega Resources Invesment menilai proses cost recovery mendatang terkait eksplorasi minyak di Pekanbaru, Riau tidak terganggu pasca direktur operasionalnya diputus vonis bersalah oleh pengadilan.
Kuasa hukum PT Mega Resources Invesment (MRI) Eggi Sudjana mengatakan mantan direktur operasional perseroan, Dixie Bastian, telah terbukti melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan. Kliennya sebagai kontraktor migas tidak ingin perkara tersebut ikut memperburuk nama perseroan.
“Penggelapan dana tersebut sudah terbukti di pengadilan dan bukan merupakan tindakan perusahaan, melainkan oknum direksi,” kata Eggi kepada Bisnis, Kamis (27/8/2015).
Pihaknya khawatir proses persidangan terdakwa tersebut berisiko menimbulkan pendangan negatif dari mitra usaha maupun pemerintah terhadap MRI. Dampaknya, selain klaim cost recovery bisa terhambat, operasional usaha terganggu, terlebih saat perlambatan ekonomi saat ini.
Dia menjelaskan terdakwa merupakan direktur operasional MRI Lirik II sejak 14 Maret 2012. MRI mendapatkan kontrak dari SKK Migas untuk blok migas Lirik II di Pekanbaru, Riau.
Perkara bermula saat terdakwa memberikan perintah kepada salah satu sub-kontraktor yakni PT Quest Geophysical Asia untuk melakukan survey seismik di blok migas Lirik II pada Agustus 2013. Perintah tersebut tanpa sepengetahuan Direktur Utama MRI.
Setelah memberikan perintah tersebut, lanjutnya, terdakwa meminta Quest untuk mencairkan dana sebesar Rp300 juta dengan alasan sebagai uang muka untuk mengurus ijin seismik di perkebunan. Atas permintaan tersebut, Quest mengirimkan uang tunai yang diminta dan diterima oleh sekretaris terdakwa Venny Mala.
Eggi menuturkan terdakwa kembali meminta dana senilai US$50.000 kepada Quest untuk biaya klaim atas kerusakan akibat pelaksanaan pekerjaan proyek penggalian minyak bumi. Sub-kontraktor lagi-lagi menyetujui dan mengirim uang tersebut selama dua tahap.
MRI baru mengetahui transaksi-transaksi tersebut setelah Quest mengajukan klaim tagihan. Pihak perseroan juga curiga setelah karyawan di bagian perijinan mengaku tidak pernah menerima uang apapun dari Quest.
Eggi mengungkapkan terdakwa telah mengaku menggunakan uang Quest dan berjanji untuk mengembalikannya. Namun, janji tersebut tidak pernah direalisasikan hingga MRI melaporkan terdakwa kepada pihak kepolisian.
Dalam persidangan, majelis hakim yang diketuai oleh Diah S. Basariah mengatakan terdakwa dijerat dengan dua dakwaan, yaitu dakwaan primer Pasal 374 mengenai penggelapan dalam jabatan dan dakwaan subsidair Pasal 372 mengenai penggelapan.
“Menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penggelapan dalam jabatan,” kata Diah saat membacakan amar putusan, Senin (3/8/2015).
Majelis hakim menjatuhkan pidana penjara selama 2 tahun dan 10 bulan. Selain itu, memerintahkan terdakwa untuk mengembalikan barang bukti berupa debite note senilai US$50.000 dan bilyet giro sebesar Rp8,4 miliar kepada MRI Lirik II.
Dalam pertimbangan hukumnya majelis menyatakan bahwa saksi-saksi dan alat bukti lain yang dihadirkan dalam persidangan menguatkan dakwaan jaksa yakni penggelapan dalam jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 374 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Pasal tersebut berbunyi, barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain. Barang yang berada dalam kekuasaannya tersebut bukan karena kejahatan, tetapi karena jabatanya sendiri atau pekerjaan atau karena mendapat upah uang.
Majelis hakim berpendapat penggunaan uang yang disebut sebagai pembayaran uang muka ijin seismik dan biaya klaim atas kerusakan akibat pelaksanaan pekerjaan proyek migas, tidak bisa diketahui kebenarannya.
Dalam pembelaannya, kuasa hukum terdakwa Chris Salam mengatakan kliennya merasa tidak bersalah dan tidak melakukan perbuatan seperti yang disebut dalam dakwaan jaksa.
“Terdakwa merasa perbuatannya bukanlah tidak pidana dan minta untuk dibebaskan dari tuntutan hukum,” ujarnya.