Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Umum Persatuan Guru Republik Indonesia Sulistyo mengatakan keputusan pemerintah melakukan moratorium pegawai negeri sipil menyebabkan Indonesia mengalami krisis guru karena di pelosok Jawa dan pulau-pulau lain, masih banyak sekolah kekurangan guru.
"Saat ini terjadi kekurangan guru yang sangat besar di Indonesia, terutama guru sekolah dasar (SD). PGRI mencatat sedikitnya sekolah dasar kekurangan 400 ribu orang guru berstatus PNS yang tersebar merata di seluruh wilayah Tanah Air, dan angka tersebut terus bertambah setiap tahunnya," katanya melalui siaran pers, Senin (6/7/2015).
Ia mengatakan saat ini ada satu sekolah dasar yang terdiri atas kelas I-VI, tapi hanya memiliki tiga atau dua guru PNS. Dalam praktiknya, sang guru harus mondar-mandir di dua kelas yang berbeda atau dua kelas yang berbeda dijadikan satu karena diampu seorang guru. Pemerintah selama ini menyatakan jumlah guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS) sudah mencukupi sehingga perlu dilakukan moratorium.
Namun, menurut catatan PGRI perhitungan yang dilakukan pemerintah tersebut karena ikut menyertakan pegawai guru honorer dalam daftar ketersediaan guru. Padahal, justru para guru honorer yang sekarang mengisi kekurangan guru itu sehingga seolah-olah kebutuhan guru di Indonesia sudah cukup, padahal mereka itu status kepegawaiannya saja tidak jelas, honornya juga tidak manusiawi, katanya. Dampak dari kekurangan guru tersebut adalah menurunnya kualitas pendidikan karena tidak ada pendidikan yang baik tanpa guru baik.
"Guru yang baik itu bisa dilihat dari jumlah ketercukupannya di sekolah-sekolah. Seharusnya kan program redistribusi itu dijalankan dengan optimal dulu. Setelah itu, guru seimbang di kota dan perdesaan, baru silakan penundaan CPNS baru," tambahnya.
Jika keputusan penundaan tes CPNS baru tahun ini sampai membuat sekolah kekurangan guru, Sulistyo menyebut pemerintah melanggar Undang-Undang (UU) 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Sebab, UU itu dengan tegas menyatakan bahwa pemerintah pusat maupun daerah wajib memenuhi kebutuhan guru. Baik dari segi jumlah, kualifikasi akademis, maupun kompetensi.
"Guru honorer dengan gaji yang seadanya dituntut untuk menutup kebutuhan guru PNS, tentu tidak adil. Jika memang diproyeksikan untuk menutup kebutuhan guru PNS, seharusnya guru honorer itu juga mendapatkan gaji selayaknya PNS," katanya.