Kabar24.com, TANGERANG—Perguruan Tinggi melalui program-program pengabdian masyarakat yang dilakukan mahasiswanya diharapkan bisa menjadi penyaring awal indikasi kekerasan terhadap perempuan dan anak di berbagai penjuru Indonesia.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yambise mengatakan melalui program-program semacam pengabdian masyarakat, mahasiswa melakukan pantauan lapangan. Gagasan ini merespons terus terjadinya kasus kekerasan terhadap anak seperti yang menimpa Angeline.
“Mereka nanti dibuat essay sambil mendampingi keluarga dan sembari mendeteksi apakah ada kekerasan di desa-desa,” tuturnya usai menghadiri Forum Kempemimpinan Perempuan USAID, di Tangerang, Jumat (12/6/2015).
Pengentasan kekerasan terhadap perempuan dan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat (LSM). Lembaga pendidikan tinggi juga memiliki peran penting di dalamnya.
Oleh karena itu, Yohana menginginkan perguruan tinggi mempergiat kajian-kajian soal perempuan dan anak. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek) perlu menyokong melalui penyaluran dana hibah.
“Saya tinggal bangun jejaring dengan pemerintah daerah, pusat pelayanan terpadu se-Indonesia, komisi perlindungan, dan LSM untuk buat program yang bisa dilaksanakan sampai ke tingkat desa,” ucap Yohana.
Terkait kekerasan terhadap anak, seperti ramai diberitakan, saat ini perhatian publik sedang tersedot pada kasus bocah Angeline.
Semula diberitakan hilang, belakangan diketahui bahwa bocah Angeline ditemukan sudah terkubur di halaman belakang rumah ibu angkatnya.
Sejauh ini, baru AGS yang ditetapkan sebagai tersangka, Polisi masih memerlukan alat bukti yang kuat untuk menetapkan tersangka lain.
Selanjutnya, silakan baca PEMBUNUHAN ANGELINE: Polisi Curigai Ada Tersangka Lain. Tapi, Butuh Ini...