Kabar24.com, JAKARTA — Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dianggap lamban menjalankan fungsi pembuat aturan (law maker) menyusul belum satu pun rancangan undang-undang (RUU) yang masuk dalam Prolegnas 2015 tuntas dibahas.
Lucius Karus, peneliti politik Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), mengatakan DPR sangat lamban dalam membahas RUU yang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas).
Padahal, ada 37 RUU yang masuk dalam Prolegnas harus dituntaskan dalam periode sidang 2014—2015 ditambah dengan 5 RUU komulatif terbuka.
Sesuai dengan pantauan Formappi, jelasnya, sejak dilantik atau selama masa sidang I—III periode 2014-2015, DPR hanya membahas empat RUU. Dua RUU yang berhasil di undangkan adalah UU Pemerintahan Daerah (Pemda) dan UU Pilkada.
Adapun dua UU lainnya yang masih dalam sinkronisasi Badan Legislasi (Baleg) adalah RUU Minuman Beralkohol dan RUU Tabungan Perumahan Rakyat.
Namun, diketoknya dua UU itu bukan hasil keringat DPR periode saat ini. “Itu hibah pembahasan dari periode lalu,” katanya.
Untuk itu, DPR harus berkomitmen menjalankan fungsinya. “Bukan malah asyik sendiri membahas UU ataupun merevisi UU untuk kepentingannya sendiri,” katanya.
Dalam waktu dekat, DPR menjadwalkan pembahasan revisi UU No.8/2015 tentang Pilkada untuk memuluskan langkah Partai Golkar dan PPP untuk menjadi peserta Pilkada serentak 2015.
Pasalnya, jika tidak segera diubah, sesuai dengan Peraturan KPU (PKPU), dua partai yang sedang dilanda dualisme kepengurusan itu tidak bisa ikut pilkada. Revisi itu diluar Prolegnas.
Anggara, Peneliti dari Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), mengatakan lambannya DPR dalam membahas prolegnas itu a.l. karena konflik politik antara partai politik yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP).
Menanggapi hal itu, Saan Mustopa, Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR, justru menyalahkan pemerintah yang sebenarnya hanya mengusulkan 11 RUU dari 37 RUU yang masuk dalam prolegnas 2015.
Menurutnya, pemerintah sebagai pengusul sangat lamban dalam pembahasan, terutama dalam menyampaikan naskah akademik. “Untuk itu, harus ada terobosan agar bisa segera diharmonisasi dan atau dibahas di tiap-tiap komisi,” kata Saan.
Namun demikian, Saan mengakui ada 26 RUU lain yang diusulkan oleh DPR juga belum ada yang tuntas naskah akademiknya. “Masing-masing fraksi dan komisi juga belum menyerahkan naskah akademik,” kata Saan.