Bisnis.com, JAKARTA—Kinerja Presiden Joko Widodo dinilai tidak seirama dengan para menteri selaku pembantu presiden dalam mengelola pemerintahan.
Direktur Eksekutif Para Syndicate Ari Nurcahyo mengibaratkan, jika dalam sebuah orkestra musik, tidak ada jalinan harmonisasi antara kinerja Jokowi dan para menteri Kabinet Kerja.
“Dalam istilah politik, ada disonansi dalam pemerintahan saat ini. Ada ketidaksesuaian antara jargon politik yang selama ini diumbar dengan realitasnya,”ujarnya dalam diskusi yang digelar Gerakan Dekrit Rakyat Indonesia (GDRI) di Jakarta, Jumat (24/4/2015).
Dia menguraikan, beberapa jargon politik Jokowi semasa kampanye yang paling terkenal ialah revolusi mental, pengembangan tol laut, dan poros maritim. Namun arah kebijakan belum terimplementasi secara konkret.
Fenomena disonansi politik dalam pemerintahan Jokowi menjadi penyebab utama menurunnya popularitas mantan Gubernur Jakarta itu.
Berdasarkan rangkuman data sejumlah lembaga survei, dia menyebutkan popularitas Jokowi merosot tajam pada enam bulan masa pemerintahannya, dibanding sejak pertama kali menjabat sebagai orang nomor satu di republik ini.
“Pada Oktober 2014 popularitasnya berada di angka 75%, Januari 2015 lalu menurun 60%, dan akhir Maret kemarin merosot bahkan di bawah 50%,” sebutnya.
Ketidakpuasan publik terhadap kinerja pemerintahan Jokowi dinilai karena adanya beberapa lingkar kekuasaan yang mengelilingi Jokowi dan menyebabkan pengambilan keputusan menjadi tidak jernih.
Dia menyebutkan lingkaran yang mendekat dengan kekuasaan Jokowi antara lain lingkar istana yang dimotori kantor staf kepresidenan, lingkar partai koalisi, dan lingkar parlemen.