Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

3 Rencana Strategis Ini Diyakini Perluas Pengaruh China

Menyusul sejumlah rencana strategis China yang akan direalisasikan tahun ini, sayap pengaruh Negeri Tembok Raksasa diyakini melambung tinggi dan berpotensi menggantikan posisi Amerika Serikat di mata dunia.
Ilustrasi/Reuters
Ilustrasi/Reuters

Bisnis.com, BEIJING -- Menyusul sejumlah rencana strategis China yang akan direalisasikan tahun ini, sayap pengaruh Negeri Tembok Raksasa diyakini melambung tinggi dan berpotensi menggantikan posisi Amerika Serikat di mata dunia.

Hal tersebut disampaikan bekas ekonom Goldman Sachs Group Inc, Jim O'Neill yang merujuk pada rencana China untuk merealisasikan Jalur Sutra Maritim (Maritime Silk Road), BRICS New Development Bank, dan mendirikan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) tahun ini.

"Ini adalah permulaan bagi China untuk memainkan peran yang lebih besar dalam hubungan internasional," jelas O'Neill yang empat belas tahun lalu mencetuskan lima kekuatan negara berkembang BRICS.

O'Neill beranggapan kini pengaruh Amerika Serikat berpotensi tergoyahkan oleh rencana-rencana strategis China tersebut. Bukan rahasia lagi, China dan AS kerap berbeda pandangan dalam berbagai hal dan saling berkompetisi melebarkan pengaruh.

Dia pun menggarisbawahi pertumbuhan agresif China dalam satu dekade terakhir telah meningkatkan kontribusinya terhadap pertumbuhan global. Ekspor China misalnya, telah menjajaki pasar di berbagai belahan dunia.

Selain itu, sistem finansial Negeri Panda pun menjadi alasan kian kokohnya perekonomian negeri itu. Dengan sistem finansial yang baik, China dapat memberi pinjaman dalam jumlah besar baik bagi individu maupun korporasi negara itu.

Seperti diketahui, dalam sepekan terakhir asumsi 'perang dingin' antara China dan AS menguat, menyusul skeptisisme AS terhadap rencana pembangunan bank pembiayaan infrastruktur yang hingga kini mampu mencakup hampir 30 negara anggota.

Merespons negara-negara yang mengajukan diri sebagai anggota pendiri, pemerintah AS melalui Menteri Keuangan Jack Lew mengungkit berbagai persoalan seperti transparansi, manajemen pemerintahan, pemenuhan standar internasional, hingga perlindungan tenaga kerja.

"Apakah nantinya AIIB akan melindungi hak pekerjanya, lingkungan, dan menghadapi isu-isu korupsi dengan pantas? Siapapun yang memutuskan bergabung harus memastikan hal itu sebelum komitmen dibukukan," kata Lew di Washington beberapa hari lalu.

Terlepas dari pernyataan Lew, negara-negara yang selama ini dikenal sebagai sekutu AS seperti Australia dan sejumlah negara Eropa menyatakan siap bergabung sebagai pendiri AIIB. Hingga hari ini, hanya Jepang yang masih kukuh pendirian untuk berdiri di sisi AS. 


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dara Aziliya
Editor : Saeno
Sumber : Bloomberg/Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper