Bisnis.com, JAKARTA--Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menengarai aksi terorisme di Indonesia didanai dari transaksi bisnis penjualan buku, obat herbal, hingga bahan kimia pembuat bom.
Wakil Kepala PPATK Agus Santoso mengatakan Indonesia memiliki Undang-Undang No.9/2013 tentang Anti Pendanaan Terorisme untuk menjerat pelaku ataupun penyandang dana aksi-aksi terorisme di Indonesia dengan delik pidana.
Hingga saat ini, PPATK sudah melakukan pembekuan aset milik warga negara Indonesia (WNI) yang masuk dalam daftar Dewan Keamanan PBB (UN Security Council resolution 1267).
Secara umum, lanjut Agus, nilai aset milik terduga teroris yang dibekukan PPATK relatif kecil. Namun, ada yang nilainya cukup besar mencapai Rp7 miliar.
"Perkembangan di Indonesia yang lokal ada yang cukup besar, mencapai Rp7 miliar. Itu jaringan yang sudah masuk ke bisnis, jualan herbal, jual buku, malah yang bahaya itu kita tengarai masuk ke usaha kimia buat bom," ungkapnya di sela konferensi internasional tentang ISIS dan terorisme, Senin (23/3/2015).
Sementara itu, Agus menuturkan pembekuan aset milik terduga WNI yang tersangkut Negara Islam Irak Suriah (ISIS) harus menunggu permintaan dari Detasemen Khusus Antiteror (Densus 88) Polri. "Nanti tim saya masih menunggu dari Densus 88," kata Agus.
Implementasi UU No. 9/2013, lanjutnya, telah diturunkan dalam bentuk surat kesepakatan bersama (SKB) lima menteri, yakni Mahkamah Agung, Polri, BNPT, PPATK, dan Kementerian Luar Negeri. Nantinya, implementasi UU Anti Pendanaan Terorisme akan dievaluasi oleh Financial Action Task Force (FATF) pada Mei 2015 melalui tinjauan lapangan di Indonesia.
"Kalau dinilai efektif, Juni kita akan keluar dari blacklist FATF," ujarnya.