Bisnis.com, JAKARTA - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI) Nusron Wahid mengatakan yang namanya pelayanan publik dan dokumen selalu sangat potensial bagi orang-orang yang bersinggungan untuk menerima gratifikasi.
Oleh sebab itu, upaya pencegahan harus terus dilakukan dan semua pihak harus terus diingatkan. Nusron mengibaratkan hal ini dengan khutbah sholat Jumat yang selalu berisi peringatan agar orang mukmin memperkuat iman dan takwa.
"Orang yang datang ke masjid sholat kan sudah pasti ingin memperkuat keimanan, tetapi Allah tetap mewajibkan khotib mengingatkan pentingnya iman dan takwa. Sama juga dengan bahaya korupsi, harus terus diingatkan," jelas Nusron.
Hal itu dikatakan Nusron dalam acara penandatangan kerja sama BNP2TKI dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Dalam Rangka Pencegahan Korupsi dan Pengendalian Gratifikasi, di Kantor BNP2TKI, Jakarta, Kamis (19/3/2015).
Dalam acara itu, dari KPK dihadiri langsung Wakil Ketua KPK Zulkarnain. Nusron mengajak semua pejabat di BNP2TKI untuk berkomitmen mengaplikasikan dan merealisasikan kerja sama itu jangan sampai semangan pemberantasan dan pencegahan korupsi hanya selesai di penandatanganan.
Ketua Umum GP Ansor ini merinci beberapa sektor yang biasa menjadi ladang gratifikasi korupsi di lingkungan BNP2TKI maupun lembaga lain yang terkait.
Pertama dalam pelayanan SIP job order yang harus ada dari luar negeri dan ditandatangani KBRI di luar negeri. Dalam hal ini ada pitensi permainan suap untuk pengafaan job order.
Kedua potensi adanya tetesan gratifikasi suap adalah dalam penandatanganan surat izin pengerahan (SIP). Di sini bisa terjadi kong kalikong dalam perekrutan TKI.
Ketiga adalah manakala calon tki sudah direkrut dan masuk pelatihan BLK. Aturannya BLK ini selama 40 hari. Namun para pelaku bisa bermain dengan memperpendek waktu menjadi 10 hari dengan kompensasi imbalan tertentu. Adapun potensi korupsi lain bisa terjadi dalam proses ujian para calon TKI. Seseorang yang tidak lulus ujian dimanipulasi lulus dengan imbalan tertentu.
"Potensi lain adalah dalam pembayaran asuransi. TKI dirayu bertubi-tubi agar mau bayar asuransi padahal ini tidak wajib," jelas Nusron.
Bahkan ada TKI yang terkena musibah dan masalah, kemudian berhak mendapat klaim ganti rugi. Namun haknya ini tidak dikasi. Ini juga potensi korupsi yang harus dicegah dan diberantas.
"Semua potensi tetesan ini harus diberantas. Bayangkan kalau ad korupsi klaim asuransi 75 juta per orang. Dikali 10 orang saja sudah Rp7,5 miliar. Ini bahaya kalau dibiarkan," tandasnya.
Kejahatan korupsi dan gratifikasi ini, lanjut dia, juga sampai pada masalah remitensi. TKI yang mengirim uang ke kampung halaman ditilep sehingga tidak sampai pada keluarganya.
Dengan dasar inilah, BNP2TKI melakukan penandatanganan komitmen pencegahan korupsi terintegrasi di lingkungan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Penandatanganan ini dilakukan di hadapan pimpinan KPK Zulkarnain."Kami menyambut baik komitmen pencegahan korupsi terintegrasi di BNP2TKI ini. Tentu saja ini bagian penting dalam upaya kita melawan dan memberantas korupsi," ujar Zulkarnain.
Dia mengatakan sampai saat ini 46% orang belum mau melapor kasus korupsi ke KPK jika mengetahui adanya korupsi. Padahal pemberantasan ataupun pencegahan korupsi adalah tugas semua pihak untuk ikut melawannya.
"Hampir semua lembaga negara memiliki potensi bagi terjadinya korupsi, gratifikasi. Maka dari itulah sinergi perlu dilakukan untuk memeranginya," kata Zulkarnain. []