Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK VS POLRI: Gerindra Minta Presiden Jokowi Dengarkan Saran 3 Lembaga Negara Ini

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani meminta Presiden Joko Widodo mendengarkan masukan dari lembaga negara Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial terkait kekisruhan antara KPK-Polri.
Presiden Joko Widodo (kiri) saat memberikan arahan pada rapat koordinasi dengan para bupati dari wilayah Pulau Sulawesi, Papua Barat dan Papua di Ruang Garuda, Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis 29 Januari 2015./Antara-Widodo S. Jusuf
Presiden Joko Widodo (kiri) saat memberikan arahan pada rapat koordinasi dengan para bupati dari wilayah Pulau Sulawesi, Papua Barat dan Papua di Ruang Garuda, Istana Bogor, Jawa Barat, Kamis 29 Januari 2015./Antara-Widodo S. Jusuf

Kabar24.com, JAKARTA -- Di luar adanya masukan dari tim independen, Presiden Jokowi diingatkan untuk juga mendengar masukan dari lembaga negara yang ada.

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani meminta Presiden Joko Widodo mendengarkan masukan dari lembaga negara Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, dan Komisi Yudisial terkait kekisruhan antara KPK-Polri.

"Pembentukan tim independen merupakan bagian cara presiden mendapatkan masukan dari masyarakat namun perlu juga perlu didengar tim organik seperti MA, MK, dan KY," kata Muzani di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis (29/1/2015).

Hal itu menurut dia agar putusan yang diambil Presiden Jokowi jernih dan tepat.

Selain itu, ujar Muzani, Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) juga seharusnya memberikan nasehat meskipun tidak diminta presiden.

"Apa kontribusi Wantimpres dalam situasi yang ruwet dan rumit ini. Wantimpres bukan jadi penampungan namun menjadi tim yang memberikan masukan," ujarnya.

Selain itu dia menilai 100 hari kerja pemerintahan Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla masih diwarnai kegamangan dalam banyak hal.

Kondisi itu menurut dia disebabkan Presiden belum duduk dengan sebenarnya sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.

"Beliau (Presiden Jokowi) belum menempatkan posisinya dan itu perlu orientasi," katanya.

Dia menjelaskan parpol yang mengambil posisi dalam pemerintahan tidak salah karena kontribusinya tidak kecil.

Namun, menurut dia, presiden harus bisa proporsional dalam mengambil kebijakan sehingga apapun keputusan presiden tidak mengganggu jalannya pemerintahan dan demokrasi di Indonesia.

"Proses demokrasi sudah berjalan sejak 1999 dan ini bukan demokrasi pertama sehingga seharusnya tidak mengganggu proses pemerintahan," ujarnya.

Tim Independen yang dibentuk Presiden Joko Widodo khusus untuk memberikan rekomendasi terkait kisruh Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi telah menyampaikan rekomendasi finalnya kepada Presiden Jokowi pada Rabu (28/1).

Ada lima rekomendasi tim independen tersebut yaitu pertama, Presiden seyogianya memberi kepastian terhadap siapa pun penegak hukum yang berstatus sebagai tersangka untuk mengundurkan diri dari jabatannya atau tidak menduduki jabatan selama berstatus sebagai tersangka demi menjaga marwah institusi penegak hukum, baik KPK maupun Polri.

Kedua, Presiden seyogianya tidak melantik calon Kapolri dengan status tersangka dan mempertimbangkan kembali untuk mengusulkan calon baru Kapolri agar institusi Polri segera dapat memiliki Kapolri yang definitif.

Ketiga, Presiden seyogianya menghentikan segala upaya yang diduga kriminalisasi terhadap personel penegak hukum siapa pun, baik KPK maupun Polri dan masyarakat pada umumnya.

Keempat, Presiden seyogianya memerintahkan kepada Polri maupun KPK untuk menegakkan kode etik terhadap pelanggaran etik profesi yang diduga dilakukan oleh personel Polri maupun KPK.

Kelima, Presiden agar menegaskan kembali komitmennya terhadap pemberantasan korupsi dan penegakan hukum pada umumnya sesuai harapan masyarakat luas.

Tim Independen terdiri dari mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Syafii Maarif, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidique, sosiolog Imam Prasodjo, mantan Kapolri Jenderal (Purn) Sutanto, mantan Wakil Kepala Polri Komjen (Purn) Oegroseno, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) Hikmahanto Juwana, mantan pimpinan KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dan Erry Riyana Hardjapamekas, serta pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Redaksi
Editor : Saeno
Sumber : Antara
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper