Bisnis.com, JAKARTA - Peraturan di bidang pengambilalihan perusahaan terbuka di Indonesia sudah dapat dianggap setara, bahkan di beberapa aspek lebih maju dibandingkan dengan yuridiksi mapan seperti Belanda.
Peraturan Indonesia sudah mengatur mengenai mandatory tender offer (MTO) sejak 2000, jauh mendahului hukum Belanda.
Hal itu merupakan salah satu kesimpulan dalam disertasi Yozua Makes, konsultan pasar modal yang meraih gelar doktor hukum dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada Selasa (20/1/2015).
Dalam sidang terbuka yang juga dihadiri Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman Hadad itu, Yozua membangun teori baru yang menggabungkan berbagai dimensi hukum, ‘teori multidimensional.’
“Disertasi ini meneliti dua instrumen penting dalam pengambilalihan perusahaan terbuka di Indonesia yaitu penawaran tender wajib dan keterbukaan informasi,” katanya.
Dari teorinya itu dia menarik tiga kesimpulan terkait dengan pengambilalihan atau takeover perusahaan terbuka di Indonesia.
Pertama, adanya dua landasan filosofis yang harus selalu menjadi pertimbangan dalam industri pasar modal, yaitu aspek keadilan dan efisiensi.
Kedua, perlunya keseimbangan yang kontekstual dan dinamis dalam menerapkan kedua landasan filosofis tersebut di tataran praktik.
Dan, ketiga, pentingnya penilaian yang berlandaskan pada keterbukaan informasi substansial ketimbang berdasarkan formalitas (substance over form) dalam mencapai keseimbangan dinamis yang optimal.
Teorinya dipaparkan di hadapan delapan penyanggah, a.l. guru besar dan hakim agung Valerine J.L.Kriekhoff, mantan Dirjen Hukum dan Perundangan Erman Rajaguguk, dan mantan Dirjen HKI A. Zen Umar Purba.
Yozua menyebutkan bahwa penawaran MTO dianggap dapat menurunkan efisiensi dari transaksi pengambilalihan, karena mengakibatkan beban biaya pengambilalihan yang lebih besar kepada pengendali.
Karena itu, diperlukan keseimbangan yang adil mengenai kapan MTO perlu dilaksanakan, dan juga perlu ada pengecualian yang tegas dalam hal MTO tidak diberlakukan.
“Dalam hal MTO tidak diperlukan pun diperlukan aturan untuk memastikan hak-hak pemegang saham publik tetap terjamin,” katanya.
Disertasinya membahas sejauh mana instrumen-instrumen hukum ini mampu meningkatkan efisiensi perusahaan terbuka dan transaksi yang bermanfaat bagi pertumbuhan pasar modal dengan tetap menjunjung perlindungan terhadap pemegang saham publik dan sesuai dengan prinsipprinsip tata kelola perusahaan yang baik.
Diteliti pula sampai sejauh mana kedua instrumen hukum ini dapat menyeimbangkan aspek keadilan (dividing the pie) dan efisiensi (enlarging the pie), sehingga Indonesia memiliki tatanan hukum yang setara dengan yurisdiksi lain.