Bisnis.com, JAKARTA - Menkumham YasonnaH Laoly menilai ada friksi antarinstitusi menyusul adanya perlawanan dari institusi Polri kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah lembaga antirasuah itu menetapkan calon tunggal Kapolri Komjen Pol Budi Gunawan sebagai tersangka.
Yasonna mengatakan friksi itu bermula saat kasus Budi Gunawan yang dulu dipegang Polri dinyatakan sudah clear serta sudah dipertanggungjawabkan melalui surat kompolnas, kini diusut lagi oleh KPK. "Saya ex official kompolnas, ternyata polri merasa, kok tiba-tiba kasusnya ditarik [oleh KPK]," katanya di Kompleks Gedung Parlemen, Rabu (21/1/2015).
Menurutnya, KPK memang bisa melakukan supervisi sesuai kasus, tapi untuk pengambilalihan kasus harus tetap mengacu pada aturan-aturan yang berlaku. "Nah, apakah semua sudah memenuhi prosedur itu. Dalam hal ini, polri merasa step ini belum dilalui. Mungkin praperadilan ini ada ketersingunangan insitusional."
Meski demikian, pemerintah tidak akan mengintervensi apapun dan siapapun karena praperadilan yang diajukan polri sudah masuk ranah hukum. "Kami enggak akan masuk. Nanti dibilang kami mengintervensi proses hukum. Pemerintah juga tidak akan mendukung kubu mana pun," katanya.
Menurutnya, pengajuan praperadilan merupakan hak setiap orang. "Jika Budi Gunawan merasa ada hak yang terzalimi, ada hak dan celah hukum untuk mengajukan ke pengadilan, itu haknya, termasuk didampingi pengacara."
Indonesia sebagai negara hukum, paparnya, menganut tiga prinsip dasar a.l. hukum yang berdaulat, bukan kekuasaan; semua sama di mata hukum; serta dalam menegakan hukum harus sesuai hukum. "Dalam konteks Budi Gunawan ini, kalau misal ditengarai penetapanya sebagai tersangka tidak sesuai hukum, ada hak untuk mengajukan protes. Jadi sudah sesuai dengan hukum."
Sementara itu, Desmond Junaidi Mahesa, Wakil Ketua Komisi III DPR, mendukung sepenuhnya langkah polri mempraperadilankan KPK. "Praperadilan itu dapat memberikan kepastian hukum atas Budi. Itu bisa menjelaskan persepsi orang terhadap Budi," katanya.([email protected])