Kabar24.com, JAKARTA --Presiden Jokowi dituntut keberaniannya untuk menunjukkan diri sebagai presiden yang tidak mudah disetir kepentingan kelompok atau patron tertentu.
Sosiolog Universitas Nasional (Unas) Nia Elvina, M.Si menyatakan keputusan dan kebijakan Presiden Jokowi hendaknya tidak didasarkan pada patron atau kemauan kelompok tertentu.
"Karena itu, Jokowi harus berani dan punya keyakinan yang kuat bahwa kebijakan yang diambil merupakan representasi dari kemauan rakyat," katanya di Jakarta, Kamis (15/1/2015) malam.
Memberikan ulasan mengenai kebijakan Jokowi tentang pengangkatan Komjen Budi Gunawan sebagai calon tunggal untuk posisi Kapolri, yang menuai kontroversi, ia mengaku sangat prihatin akan hal ini.
Ia juga melihat tendensinya banyak sekali kebijakan pemerintahan Jokowi, baik pada level menteri dan presiden sendiri, yang bertentangan dengan amanah rakyat dan janji ketika kampanye Pilpres, seperti menaikkan BBM, pemberantasan korupsi.
Akan tetapi, menurut anggota kelompok peneliti Studi Perdesaan Universitas Indonesia (UI) itu, realitas yang berkembang tindakan Jokowi yang dilihat oleh rakyat melalui kebijakannya terutama pengangkatan Budi Gunawan sebagai Kapolri, merepresentasikan pengingkaran terhadap amanah dan janji Jokowi sendiri.
Di antaranya, akan mengeliminasi korupsi dalam pemerintahannya.
Menurut dia, secara sosiologis, kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Jokowi akan dimaknai oleh rakyat sebagai cermin dari politik patron-klien yang selama ini dilabelkan terhadap Jokowi.
"Saya kira ini sangat riskan untuk pemerintahan Jokowi ke depan," tambah Sekretaris Program Sosiologi Unas itu.
Untuk itu, kata dia, Jokowi harus mengembalikan kepercayaan rakyat akan pemerintahannya dengan menerapkan karakter utama sebagai pemimpin, yakni berjiwa ksatria,
"Jika tidak ketidakstabilan politik akan semakin tinggi, kepercayaan rakyat akan semakin menurun secara drastis, sehingga program pemerintahan akan semakin sulit dilaksanakan," demikian Nia Elvina.