Bisnis.com, JAKARTA—Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada terancam pailit setelah salah satu krediturnya mengajukan gugatan pembatalan perjanjian perdamaian yang telah disahkan pada tahun lalu.
Pemohon yang merupakan salah satu kreditur, Kristina TB Sihombing, mengajukan gugatan tersebut pada 8 Desember 2014. Perkara tersebut teregistrasi dengan No. 6/Pdt.Sus-Pem.Perdamaian/2014 jo. No. 21/Pdt.Sus-PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst.
Kuasa hukum pemohon Wiling Learned mengaku belum bisa memberikan keterangan lebih lanjut karena persidangan belum dimulai oleh majelis. Termohon maupun kuasanya belum hadir di persidangan kendati sudah dipanggil secara patut sebanyak tiga kali.
"Kami belum bisa memberi komentar apapun saat ini. Nama pemohon dan alasan permohonan pembatalan tersebut juga belum bisa kami sampaikan kepada media," kata Willing kepada Bisnis seusai persidangan, Senin (5/1/2015).
Dia menambahkan berkas permohonan pembatalan perdamaian juga belum dibacakan oleh majelis, sehingga masih prematur untuk dipublikasikan.
Dalam kesempatan yang sama, ketua majelis hakim Sutio J. Akhirno mengatakan termohon sudah tidak menempati alamat tinggal yang tertulis dalam permohonan. Pemohon diberi dua pilihan untuk melanjutkan perkaranya.
"Pertama, pemohon bisa mencari alamat yang baru dulu dengan mencabut dan memasukkan gugatan baru. Kedua, membuat pengumuman resmi di media massa," ujarnya.
Pihak pemohon, lanjutnya, diberikan waktu hingga pekan depan untuk memutuskan. Adapun, agenda sidang selanjutnya akan diadakan pada 12 Januari 2015.
Salah satu pengurus PKPU Andreas D. Sukmana yang dipanggil oleh pengadilan menjelaskan bahwa tugasnya sudah selesai saat majelis mengesahkan perjanjian perdamaian.
"Kami sudah tidak lagi mendampingi Koperasi Cipaganti setelah homologasi. Tugas selanjutnya untuk mengawasi perjanjian perdamaian sudah dilimpahkan kepada KIMU [Komite Investasi Mitra Usaha] Sementara yang akan dibentuk menjadi Tetap," katanya.
Sementara itu, ketua panitia kreditur Davit T. Sardjono mengakui selama 3 bulan terakhir belum ada aset koperasi, yang telah diberikan berdasarkan perjanjian perdamaian, berhasil dijual oleh KIMU. Alasannya, setiap aset ternyata memiliki persoalan hukum masing-masing yang tidak sederhana.
"Misalnya hotel di Legian Bali yang ternyata telah dijaminkan kepada bank, sehingga kami tidak mungkin bisa menjual begitu saja. Kami harus selesaikan dengan pihak bank. Selain itu, hotel di Pangandaran, ternyata ada supplier yang belum dibayar dan telah memohonkan PKPU," kata Davit yang juga menjadi salah satu anggota KIMU.
Seperti diketahui, Hotel Cipaganti Pangandaran Beach di bawah bendera PT Cipaganti Parahyangan Perkasa, telah resmi berstatus penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) atas utang senilai Rp261,2 juta pada 13 Oktober 2014.
Dia menambahkan salah satu pengurus Koperasi Cipaganti, Andianto Setiabudi yang masih menjadi tahanan polisi menjadi kendala lain. Beberapa sertifikat yang terdaftar atas namanya menjadi sulit untuk dijual karena dalam prosesnya akan membutuhkan tanda tangan Andianto.
Menurutnya, kendala-kendala tersebut yang tidak bisa dipahami oleh kreditur yang menginginkan pencairan aset secepatnya. Sejumlah kreditur lain sudah banyak yang mengajukan gugatan maupun laporan ke pihak kepolisian.