Bisnis.com, JAKARTA - Seorang pria warga negara Nigera bernama Agbasi Chika, menggugat Pasal 51 ayat (1) UU Mahkamah Konstitusi (MK) karena merasa terhambat dalam pemenuhan haknya atas persamaan di hadapan hukum.
"Undang Undang Dasar menyebutkan setiap orang memiliki kedudukan yang sama di muka hukum, dalam frasa semua orang ini jelas tertulis," ujar Iqbal Alif selaku kuasa hukum Agbasi Chika, yang ditemani rekannya Hanung Hudiono, usai pemeriksaan pendahuluan di Mahkamah Konstitusi Jakarta, Senin (22/12/2014).
Agbasi Chika adalah terpidana kasus pencucian uang dan pengedaran narkotika pada 2008.
Iqbal menerangkan Agbasi sesungguhnya diperlakukan sama di hadapan hukum dengan telah dinyatakan bersalah atas perbuatannya tersebut. "Namun, untuk mendapatkan keadilan, kami sulit untuk melakukan upaya hukum yang sama karena adanya Pasal 51 ayat (1) UU MK, yang kami nilai telah membatasi dan membeda-bedakan," jelas Hanung.
Adapun bunyi Pasal 51 ayat (1) yaitu, "Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan atau hak konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya undang undang yaitu; a. perorangan warga negara Indonesia; b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang; c. badan hukum publik atau privat; atau d. lembaga negara."
Menurut Iqbal, selama menyangkut persoalan persamaan dan keadilan yang merupakan bagian dari hak asasi manusia, tanpa kecuali, setiap negara dan perangkat atau lembaga yang ada di dalam negara memiliki tanggung jawab untuk memenuhi hak asasi manusia pribadi-pribadi yang ada di dalam juridiksinya.
"Sekalipun dia adalah warga asing, karena dalam Undang Undang Dasar menyebutkan 'setiap orang' bukan 'setiap warga negara'," pungkas Iqbal.