Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pemprov Riau Dorong Industri Berbasis Sagu

Pemerintah Provinsi Riau meminta seluruh kabupaten dan kota mengembangkan industri sagu sebagai tanaman pangan alternatif untuk menjaga ketahanan pangan di wilayah tersebut.

Bisnis.com, PEKANBARU — Pemerintah Provinsi Riau meminta seluruh kabupaten dan kota mengembangkan industri sagu sebagai tanaman pangan alternatif untuk menjaga ketahanan pangan di wilayah tersebut.

Arsyadjuliandi Rachman, Pelaksana Tugas Gubernur Riau, mengatakan wilayah pesisir telah mampu memproduksi sagu dalam jumlah besar. Sayangnya hingga kini pemerintah daerah belum mengoptimalkan pengembangan sagu sebagai salah satu komoditas andalan untuk menopang pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

“Kontribusi sagu dari Riau terhadap total produksi nasional sangat siginifikan, seharusnya ini dapat dikembangkan dengan lebih fokus,” katanya di Pekanbaru, Rabu (17/12/2014).
 
Arsyadjuliandi menuturkan pemerintah daerah harus mulai mengembangkan industri hilir sagu agar dapat memberikan nilai tambah bagi masyarakat. Apalagi saat ini sudah ada teknologi yang dapat mengolah sagu sebagai gula cair dan bahan pangan alternatif yang dapat dikonsumsi masyarakat.
 
Menurutnya, pengembangan industri sagu dapat menjadi salah satu jalan keluar dari ketahanan pangan di Riau. Pasalnya, hingga kini wilayah tersebut masih mengalami defisit produksi kelompok bahan pangan yang dapat menjadi pemicu inflasi.
 
“Sudah banyak teknologi pengolahan sagu, pemerintah daerah tinggal mengembangkan dan mengupayakannya sebagai industri yang memberikan multiplier effect,” ujarnya.
 
Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah (BPMPD) Riau mencatat Kabupaten Meranti sebagai daerah penghasil sagu terbesar di Indonesia. Produksi sagu dari wilayah tersebut mencapai 440.339 ton per tahun dengan luas perkebunannya sekitar 44.657 hektare.
 
Sayangnya hingga kini belum diketahui pasti berapa kapasitas terpasang kilang sagu yang beroperasi di Riau. Pemerintah hanya mencatat dua kilang yang mengolah sagu dengan teknologi modern yang memiliki kapasitas masing-masing 6.000 dan 10.000 ton tepung sagu per tahun.
 
Sebelumnya Bank Indonesia Perwakilan Riau juga mengkhawatirkan gangguan pasokan barang kelompok bahan pangan dapat menambah tekanan inflasi di Riau. Minimnya produksi barang kelompok bahan pangan menyebabkan provinsi tersebut bergantung kepada pasokan dari daerah lain.
 
“Faktor penyebab inflasi Riau selama ini dari pangan, kami sudah mengingatkan pemerintah daerah agar meningkatkan produksi pangan di daerahnya,” kata Mahdi Muhammad, Kepala Kantor Bank Indonesia Perwakilan Riau.
 
Hingga kini, Riau masih defisit  beras  hingga 240.000 ton per tahun, karena hanya mampu memproduksi 434.144 ton per tahun dari luas panen yang mencapai 118.518 hektare. Padahal, kebutuhan beras Riau setiap tahunnya mencapai 674.144 ton per tahun.
 
Sebagai salah satu anggota tim pengendali inflasi daerah, Bank Indonesia meminta pemerintah memberikan alokasi pendanaan khusus untuk ketahanan pangan. Pemerintah daerah juga harus menerapkan teknologi dan menyiapkan cadangan beras yang dapat digunakan dalam kondisi krisis.
 
Sejak 2012 Bank Indonesia Perwakilan Riau sebenarnya telah bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir untuk meningkatkan produksi beras. Dalam nota kesepahaman yang ditandatangani kedua belah pihak, Bank Indonesia berkewajiban memberikan pelatihan dan teknologi alat pertanian kepada masyarakat.
 
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Indragiri Hilir mencetak sawah baru seluas 500 hektare, dan menginisiasi Peraturan Desa yang melarang alih fungsi lahan pertanian untuk lahan cetak sawah baru. Hasilnya, produksi beras di daerah tersebut meningkat menjadi 4,2 ton per hektar, dari yang sebelumnya hanya 3,9 ton per hektare.
 
Sementara itu, Tim Pengendali Inflasi Daerah melaporkan defisit tidak hanya terjadi pada  beras, tetapi juga pada daging sapi dan daging ayam yang kerap menjadi kontributor utama inflasi di daerah.
 
Laporan tersebut mencatat produksi daging sapi di Riau pada 2013 hanya 11.473 ton, sedangkan konsumsinya mencapai 13.677 ton. Untuk daging ayam, defisit di Riau mencapai 2.550 ton karena hanya mampu memproduksi 52.789 ton untuk memenuhi kebutuhan 55.339 ton per tahun.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Lili Sunardi

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper