Bisnis.com, JAKARTA - DoctorSHARE alias Yayasan Dokter Peduli, sebuah organisasi non profit di bidang medis yang didirikan dokter Lie Dharmawan membangun sebuah rumah sakit di atas kapal alias rumah sakit apung pertama di dunia demi memberikan pelayanan kesehatan masyarakat Indonesia yang kesulitan mendapatkan akses kesehatan, terutama Indonesia Bagian timur.
"Titik balik saya untuk melahirkan rumah sakit apung (rumah sakit di atas kapal) terjadi pada 26 Maret 2009," tutur dr. Lie A. Dharmawan, saat memulai perbincangan dengan Bisnis, di kawasan Mega Glodok Kemayoran.
Ketika itu, doctorSHARE alias Yayasan Dokter Peduli, sebuah organisasi non profit di bidang medis yang didirikan dokter Lie Dharmawan bersama sejumlah dokter lainnya, sedang melakukan pelayanan medis cuma-cuma di Langgur, Kei Kecil, Maluku Tenggara.
"Saat saya melangsungkan operasi bedah salah seorang pasien, di luar rencana tiba-tiba datang seorang ibu membawa anak perempuannya yang berusia 9 tahun dalam keadaan sakit usus terjepit," tuturnya.
Kemudian, dirinya melakukan operasi terhadap anak perempuan itu, meskipun terdapat keraguan dalam benaknya mengenai kemungkinan keberhasilan operasi tersebut.
Pasalnya, ibu dan anak itu untuk bisa tiba di tempat pengobatan gratis yang doktorSHARE dirikan, harus berlayar selama tiga hari dua malam mengarungi lautan. Dan berdasarkan teori medis, seseorang dengan kondisi usus terjepit harus sudah dioperasi dalam rentang 6-8 jam.
Akan tetapi setelah operasi, ternyata anak perempuan itu akhirnya sembuh. Padahal secara teoritis, hal itu sulit terwujud.
"Di sinilah saya terpanggil untuk mengabdikan diri total melayani masyarakat yang membutuhkan bantuan medis," tuturnya.
Peristiwa yang sangat menggugah hati itu membuat dirinya terpanggil melakukan sesuatu bagi mereka yang tidak mendapatkan pelayanan medis sebagaimana mestinya lantaran terkendala geografis dan finansial.
"Melihat kondisi geografis, maka ide utamanya waktu itu adalah “menjemput bola” melalui rumah sakit bergerak atau rumah sakit terapung di atas sebuah kapal," ungkapnya.
Penelitian pun mulai dilakukannya hingga mendapati bahwa untuk membangun rumah sakit apung yang sesuai dengan kondisi Indonesia adalah kapal kecil dan tidak terlalu besar agar tidak mengalami kesulitan saat merapat ke pulau-pulau kecil yang ada di Tanah Air.
"Bahan yang digunakan juga tidak mungkin terbuat dari fiber karena akan mudah bocor apabila terkena karang," paparnya.
Lantas, guna menambah wawasan, dirinya pun mengunjungi museum kapal laut di Seattle, Amerika Serikat. Di sana dirinya melihat kapal laut berbahan kayu berusia seratusan tahun dalam kondisi yang masih sangat baik.
"Saya juga mendapatkan penjelasan dari sebuah artike di perpustakaan museum itu, bahwa jenis kayu terbaik untuk membuat kapal adalah kayu ulin yang tumbuh di Indonesia dan Filipina," paparnya.
Berbekal pengetahuan itu, ketika pulang ke Indonesia, dr. Lie mulai mencari kapal kayu dan akhirnya menemukan sebuah kapal barang di Palembang dengan draft kapal sangat tinggi, sekitar 4,4 meter.
Kapal tersebut dapat memuat barang hingga 250 ton dan mampu berlayar dari Palembang menuju Riau, Batam, dan sebagainya.
"Melihat spesifikasi dan kualitasnya, kami yakin bahwa rumah sakit apung dapat berdiri di atas kapal itu," ujar Dokter Lie. Hingga akhirnya, pada 2012, kapal berjenis pinisi itu akhirnya dibelinya.
Singkat cerita, setelah melalui perombakan, lahirlah Rumah Sakit Apung (RSA) dr. Lie Dharmawan yang terdiri dari dua tingkat.
Bagian dasar digunakan sebagai ruang rontgen, EKG, USG, serta laboratorium. Pada bagian atas terdapat kamar bedah, ruang resusitasi, ruang dokter, dan sebagainya.
Karena draft kapal yang cukup tinggi, kamar-kamar didirikan di dalam lambung kapal. Kondisi ini juga sangat menguntungkan saat melangsungkan tindakan bedah, karena guncangan saat melangsungkan tindakan bedah (operasi) di dalam lambung kapal jauh berkurang dibandingkan jika harus melakukannya di atas geladak.
Hingga pada 16 Maret 2013, Rumah Sakit Apung (RSA) dr. Lie Dharmawan milik doctorSHARE pun berlayar untuk uji coba pelayanan medis perdananya menuju Kepulauan Seribu. Dan pada 6 Juni 2013, RSA dr Lie Dharmawan pun resmi diluncurkan.
Selain Kepulauan Seribu, sejumlah lokasi lain di wilayah Indonesia bagian Barat dan Tengah juga pernah didatangi RSA dr. Lie Dharmawan, seperti Belitung Timur, Ketapang, Pontianak, dan Bangka Tengah.
"Kemudian pada September 2013, kami melakukan pelayaran perdana ke kawasan Indonesia bagian Timur, seperti Bali, Pulau Komodo, dan Pulau Kei di Maluku Tenggara. Bahkan pada November 2013 kami juga melakukan pelayanan medis pertama di negara tetangga, Philipina akibat bencana Topan Haiyan," tuturnya.
Semenjak beroperasi 2013 hingga 2014, rumah sakit apung tersebut telah melayani 331 USG (ultrasonografi) ibu hamil, 147 bedah mayor, 313 bedah minor, 7.312 pengobatan umum, dan 1.048 penyuluhan kesehatan.
"Berkat donasi yang disalurkan melalui doctorSHARE, semua kegiatan mulai tersebut dapat terus dilakukan, terutama untuk membantu masyarakat yang berada di lokasi geografis terpencil," tuturnya.
Bahkan, lanjutnya, saat ini juga terdapat sejumlah donatur yang sudah menyumbangkan kapal dari besi, bekas kapal pesiar untuk digunakan atau dirombak menjadi rumah sakit apung yang kedua.
Menurutnya, apabila rumah sakit apung yang pertama di juluki 'Si Bahenol" lantaran bentuknya yang bulat montok,kali ini relawan menjuluki yang kedua "Si Ganteng" karena bentuknya memang lebih bagus dari pada yang pertama.
Meskipun bentuk Si Bahenol tidak sebagus Si Ganteng, namun dirinya cukup bangga dengan keberadaannya, karena merupakan satu-satunya rumah sakit apung milik swasta di Indonesia bahkan dunia yang pernah ada.
"Setahu saya ada dua orang lainnya di dunia ini yang sudah sejak lama berencana membangun rumah sakit di atas kapal, dan itu pun di danau bukan di laut, akan tetapi sampai saat ini dua-duanya tidak pernah terealisasi," ujarnya.
Rencananya, 2015 untuk rumah sakit apung yang kedua alias Si Ganteng sudah mulai beroperasi dengan rute Nias, Padang, Mentawai, Lampung, Sumenep, Sambas, Banjarmasin, Kutai, Sumba, Sumbawa, Merauke, Fak-Fak, Kei Besar, Kei Kecil, Saumlaki, Tanimbar, dan Lhokseumawe.
Ke depan, Si Bahenol bersama Si Ganteng, akan terus mengarungi samudra untuk melayani masyarakat yang hidup jauh dari fasilitas kesehatan. Luar biasa.