Bisnis.com, JAKARTA—Direksi PT PANN Pembiayaan Maritim mengajukan permohonan penunjukan kembali terhadap bantahan atas piutang (renvoi procedure) terhadap PT Putrajaya Offshore Lines terkait perjanjian sewa kapal.
Dalam berkas gugatan, PT PANN Pembiayaan Maritim (PPM) selaku pemohon yang diwakili kuasa hukum Joko Dharmojo juga menyertakan Direktur Utama Suryanto dan Romanus Herdianto yang menjadi direksi PT Putrajaya Offshore Lines (POL).
“Para termohon telah membantah tagihan yang diajukan oleh pemohon dan karenanya telah terjadi suatu perselisihan yang harus diselesaikan di pengadilan secara sederhana sesuai Pasal 127 ayat 1 dan 3 UU No. 37/2004,” kata Joko dalam berkas yang diterima Bisnis, Minggu (30/11/2014).
Ketentuan pasal tersebut menjelaskan apabila terjadi suatu perselisihan mengenai tagihan dalam suatu perkara kepailitan maka hakim pengawas memerintahkan agar para pihak menyelesaikan perselisihan tersebut di pengadilan.
Dia menjelaskan perkara ini bermula saat PPM dan POL menandatangani perjanjian sewa guna usaha (SGU) kapal dengan opsi beli KM Putra Jaya Mojopahit No. 27 pada 12 Juni 2009. Namun, POL tidak memenuhi kewajibannya kepada pemohon sejak Mei 2011.
Joko berpendapat sesuai dengan haknya selaku lessor, pemohon wajib melakukan penagihan atas setiap kekurangan atau keterlambatan pembayaran. Pada 19 Februari 2013, PPM menandatangani akta pemisahan sebagian aset dan liabilitas kepada direksi.
Akta tersebut mengakibatkan beralihnya sebagian aktiva dan pasiva PPM kepada pemohon dan secara hukum menjadi kreditur dari termohon. Dengan demikian, pemohon menggantikan kedudukan PPM selaku kreditur dalam perjanjian SGU.
Pemohon telah mengirimkan surat somasi sebanyak tiga kali pada 24 Juni 2013, 10 Juli 2013, 21 Agustus 2013 karena termohon tidak kunjung membayar utangnya. Akhirnya, pemohon menggunakan haknya sesuai dengan ketentuan Pasal 15 Perjanjian SGU untuk melakukan penarikan kapal.
Ketentuan terebut mengatur dalam hal POL melakukan wanprestasi, maka pemohon memiliki hak untuk melakukan penarikan kapal. POL masih memiliki kewajiban yang tertunda sebesar Rp882,61 juta dan US$5,29 juta.
Dalam perkembangannya, para termohon telah dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya berdasarkan putusan No.17/Pdt.Sus/PKPU/2014/PN.Niaga.Jkt.Pst pada 25 Juli 2014. Majelis mengangkat tim kurator yang terdiri dari Yuhelsondan Rifwaldi Rivai.
Berdasarkan perjanjian SGU, pemohon adalah kreditur yang mempunyai piutang terhadap POL, sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Kepailitan dan PKPU. Hingga putusan dibacakan POL tidak juga memenuhi kewajibannya.
Joko menuturkan POL telah memberikan jaminan berupa tanah dan bangunan dalam Sertifikat Hak Milik (SHM) seluas 400 m2 di Kelurahan Mekarsari, Kota Depok, Jawa Barat dengan nilai Rp895 juta. PAM merupakan suatu perseroan terbatas yang bergerak di bidang usaha pembiayaan di bidang pelayaran.
Secara terpisah, salah satu anggota tim kurator Yuhelson menilai penolakan tagihan PPM oleh debitur tersebut sudah sesuai. Besaran tagihan yang diajukan oleh kreditur dianggap berlebihan karena kapal yang menjadi objek sewa juga sudah ditarik.
“Intinya kami setuju dengan pendapat debitur bahwa tagihan yang dimiliki PPM tidak sebesar dengan nominal yang mereka ajukan. Kami hanya mengakui sekitar Rp30 miliar, dari Rp50 miliar lebih yang mereka klaim,” kata Yuhelson kepada Bisnis.