Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Pelecehan di Jalanan Mampu Picu Kekerasan Seksual Kaum Perempuan

Mau ke mana, neng? Diantar sama abangnya aja mau? Pertanyaan atau sapaan mendasar yang diselingi menggoda seperti itu biasa ditemui dalam kehidupan sehari-hari oleh perempuan, baik di jalan raya ataupun ruang publik lainnya.
Ilustrasi/Bisnis.com
Ilustrasi/Bisnis.com

Bisnis.com, BANDUNG - “Mau ke mana, neng? Diantar sama abangnya aja mau?” Pertanyaan atau sapaan mendasar yang diselingi menggoda seperti itu biasa ditemui dalam kehidupan sehari-hari oleh perempuan, baik di jalan raya ataupun ruang publik lainnya.

Bagi sebagian orang, hal ini sudah menjadi biasa ketika seorang anonim menyapa seolah merayu dengan motif yang tidak diketahui apakah basa-basi sebagai bentuk keisengan atau memang memiliki niat yang tidak diinginkan.

Street harassment atau pelecehan di jalan raya merupakan perbuatan di mana perempuan seringkali menjadi korbannya. Bentuk pelecehannya antara lain menggoda sambil memanggil, mengedipkan mata, memaksa perempuan tersenyum, memberikan komentar tentang tubuh, menguntit, menyentuh salah satu bagian tubuh, bahkan bisa jadi menyerang saat berada di jalanan.

Apakah ini merupakan godaan atau pujian dari saling ketertarikan? Pertanyaan tersebut seharusnya disadari sedini mungkin. Para pelaku yang kebanyakan merupakan laki-laki biasanya merasa berkuasa atas ruang publik dan tubuh perempuan.

Kekuasaan di mana mereka merasa diperbolehkan untuk mengomentari tubuh perempuan, mengatur bagaimana seharusnya berjalan, memaksa tersenyum, dan boleh untuk menyentuh tubuh perempuan.

Sayangnya, banyak perempuan yang tidak sadar bahwa ini merupakan bentuk pelecehan, karena sudah menjadi hal yang biasa di masyarakat. Selain itu, perempuan juga biasanya merasa tidak tahu harus bertindak bagaimana ketika pelecehan tersebut terjadi.

Salah seorang warga Bandung Fauziah Mursid mengungkapkan tidak jarang dirinya merasakan tindakan street harrasment di jalan raya atau ruang publik lainnya.

Karyawati berusia 23 tahun ini mengungkapkan dirinya seringkali menerimaan sapaan dalam bentuk godaan dari anonim seperti pertanyaan ingin pergi ke mana atau pujian-pujian yang tidak jelas apa tujuannya.

"Tentu saja pernah misalnya dipanggil dengan sapaan 'ibu haji' karena saya mengenakan jilbab atau dipanggil 'manis'. Awalnya saya pikir itu hanya bentuk keramahan, sehingga hanya ditanggapi dengan senyuman asalkan memang tidak mengganggu secara langsung," katanya.

Diakuinya hal tersebut terkadang memang sudah terasa sebagai bentuk pelecehan yang mana mengambil hak kebebasan seseorang dalam berekspresi misalnya menggenakan pakaian tertentu. Fauziah menilai ketika sebuah penampilan seseorang dikomentari, tentu saja hal ini akan menimbulkan rasa ketidakpercayaandiri dalam berpenampilan.

Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, tentu saja setiap orang yang menjadi korban street harassment harus pintar menghadapi kondisi yang ada. Sikap melawan atau menunjukan ketidak senangan secara langsung juga sulit dilakukan, karena dikhawatirkan justru memancing amarah pelaku.

"Sangat sadar jika godaan itu ditanggapi atau ketika pelaku dalam keadaan tidak sadar, maka dapat menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan. Sebagai korban kita hanya bisa berhati-hati menjaga diri sendiri, khususnya ketika melihat niatan tidak baik," ujarnya.

Pada kesempatan terpisah, Andy Yentriyani, Komisioner Komnas Perempuan, mengungkapkan secara umum street harassment memang biasa terjadi di jalan publik atau angkutan umum yang menuntut agar penggunanya untuk berdesak-desakan karena terbatasanya ruang atau fasilitas yang ada.

“Pelakunya adalah orang-orang yang berkumpul atau sendirian dengan sengaja mengeluarkan nada menggoda yang tidak diinginkan,” katanya, Selasa (25/11/2014).

Sulit juga untuk mengklasifikasi apakah pelaku street harassment ini remaja atau dewasa, karena dinilai memang lintas usia bahkan oleh lelaki yang dewasa yang seharusnya sudah memiliki istri.

Menurut Andy biasanya para pelaku tahu dan merasa cukup nyaman ketika korban tidak tahu harus berbuat apa ketika mengalami street harassment.

Namun diakui Andy, pelecehan seksual secara verbal di Indonesia memang masih sulit untuk dibuktikan karena merupakan sesuatu yang tidak berwujud atau nyata. Pembuktian yang rumit akhirnya membuat relasi kuasa timpang, dimana banyak hal yang justru dapat memperburuk keadaan.

Yang perlu diingat, ketika ada panggilan-panggilan atau pujian dari orang asing di jalan, hal tersebut sepenuhnya bukan pujian. Perempuan harus bisa menyadari, ketika hal ini terjadi dan sikap membalas tersenyum malu bahkan luluh oleh pujian, maka reaksi itu memberikan lampu hijau bagi pelaku untuk melakukan pelecehan hingga pada tindakan yang tidak diinginkan.

Apa yang dapat dilakukan? Komplain dengan tegas dapat menjadi jalan keluar agar lelaki atau pelaku street harassment menjadi dapat mengintrospeksi diri. Perempuan bisa mengambil tindakan dengan menegur pelaku dan menunjukan ketidak sukaan dengan tindakan tersebut, tetapi tetap tanpa amarah.

“Ketika pelakunya satu orang, maka korban bisa bicara dengan tegas dengan mengatakan ketidaksukaan atas perlakuan tersebut. Ketika pelaku berkelompok, tidak bisa juga mengatakan ketidak sukaan karena mengkhawatirkan adanya hal lain yang lebih mengancam.”


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Ria Indhryani
Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper