Bisnis.com, JAKARTA - Rencana pembangunan Pelabuhan Cilamaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, ternyata tidak hanya membuat nelayan di Pantura resah, tetapi juga mendorong mafia tanah menguasai lahan di sekitar kawasan proyek itu.
Para makelar tanah dikabarkan sudah bergerilya mengepul tanah warga di sepanjang Kecamatan Pusaka Jaya, Cilebar, Ciparage, Pasir Putih, Kabupaten Karawang, hingga lahan di sekitar pantai Blanakan, Kabupaten Subang.
Ribuan nelayan yang menggantungkan hidupnya dari laut Pantura resah. Pasalnya, area tangkapan mereka terancam hilang jika terkena dampak arus lintas kapal-kapal besar bermuatan produk otomotif yang hilir-mudik di laut Pantura, Jawa Barat.
"Pelabuhan Cilamaya memang tidak berimbas langsung ke Pantai Blanakan. Namun, tempat pelelangan ikan [TPI] di Blanakan pasti terganggu atau bahkan mungkin seperti yang terjadi di TPI Kalibaru, yang kena dampak perluasan Pelabuhan Tanjung Priok, Blanakan juga mungkin bakal mati perlahan,” ujar Ketua Dewan Pengawas Koperasi Unit Desa Mina Fajar Sidik, Blanakan, Kabupaten Subang, Jabar, Rabu (26/11/2014).
KUD Mina Fajar Sidik, kata Supardi, selama ini mengelola TPI Blanakan yang beromzet Rp1 miliar per hari dan menghidupi sekitar 3.000 nelayan di Kecamatan Blanakan, Subang, Jawa Barat.
“Setiap hari kami menyumbang Rp260 juta kepada negara, melalui retribusi yang disetorkan kepada pemerintah. Belum lagi setiap transaksi pelelangan dikenai pajak sekitar 1,6%. Kalai dihitung per tahun, kami menyumbang sedikitnya Rp1 miliar ke pemerintah. Jadi pantai Blanakan ini tak cuma kasih manfaat buat masyarakat, tapi juga pemasukan ke pemerintah,” papar sesepuh yang sudah 15 tahun dipercaya menjadi Dewan Pengawas KUD Blanakan tersebut.
Supardi menambahkan, pekan lalu pihaknya telah bertemu dengan Pemprov Jabar dan Dirjend Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang menjanjikan sumbangan kapal bagi masyarakat Blanakan yang menjadi anggota KUD Mina Fajar Sidik.
“Bantuannya dibagi dari pemda dan pemerintah pusat. Selama ini, BUMN yang ada di sekitar Pantura juga aktif memberikan bantuan dan pembinaan. Dari Pupuk Kujang, Pertamina juga ngasih sumbangan mesin kapal. Kalau pelabuhan jadi dibangun, percuma kami dikasih kapal kalau akses masuk ke TPI terhambat karena arus kapal yang melintas di sekitar Pelabuhan Cilamaya,” ujarnya.
Kekhawatiran serupa disampaikan Ajo, nelayan Blanakan dan Enjen, tokoh masyarakat Blanakan. Mereka mengaku tak bisa berbuat banyak jika Kementerian Perhubungan ngotot membangun Pelabuhan Cilamaya yang jaraknya tak jauh dari pantai Blanakan.
“Kalau masyarakat di sekitar pantai dan TPI di Karawang mungkin banyak yang sudah kena imbas. Lahan tambak, pertanian, sampe lahan mati di sana sekarang banyak yang nawar. Di sini belum banyak. Tapi kalau sudah jadi itu Pelabuhan, mesti kena juga,” kata Haji Enjen.
Ajo mengaku khawatir arus masuk kapal penangkap ikan yang masuk ke TPI Blanakan terganggu. Selama ini, tuturnya, ada 230 kapal berukuran di bawah 30 GT dengan beragam alat tangkap ikan yang dikelola oleh masyarakat Blanakan.
“Kapal luar, dari Blora, Gresik, Cirebon juga sering singgah menjual ikan di sini. Kalau Pelabuhan Internasional itu jadi dibangun di Cilamaya, akses masuk ke sini pasti terhambat. Ditambah lagi katanya banyak BUMN yang bakal mati akibat Pelabuhan Cilamaya."
Padahal, lanjut Ajo, BUMN yang ada di Jabar selama ini rajin ngasih sumbangan buat masyarakat. "Sekarang ada dua ambulance, kantor KUD, TPI, sampai acara pesta laut kemarin juga disumbang. Kalau BUMN mati, apa Pelabuhan mau ganti kerugian yang kami rasakan," katanya.