Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Perwakilan Daerah (DPD) menilai pembahasan revisi Undang-undang MD3 oleh DPR dan pemerintah tanpa melibatkan lembaga tersebut merupakan bentuk pelanggaran atas konstitusi.
Wakil Ketua DPD Farouk Muhammad mengatakan revisi atas Undang-undang yang mengatur MPR, DPR, DPD dan DPRD seharusnya melibatkan DPD sesuai dengan amar putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 27 Tahun 2013. Bahkan, bukan hanya soal UU MD3, seluruh pembahasan Undang-undang pun harus melibatkan DPD. Apalagi kalau produk legislasi yang akan direvisi itu mengatur langsung soal DPD, ujarnya.
Farouk menilai revisi UU MD3 dilakukan di luar kebiasaan karena selain tidak masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas), pembahasaanya lebih bernuansa untuk mencari penyelesaian masalah pertikaian antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) di DPR.
"Pembahasan revisi UU MD3 tanpa melibatkan DPD dan tidak masuk dalam Prolegnas merupakan bentuk pelanggaran atas konstitusi," ujarnya dalam satu keterangan pers, Minggu, (23/11/2014).
Sementara itu, Wakil Ketua Komite I DPD, Benny Ramdani mengatakan tindakan DPR membahas revisi UU MD3 dengan tanpa melibatkan DPD merupakan bentuk pembangkangan atas parlemen. Dengan demikian, sikap yang diambil oleh DPR telah merusak sistem dan tatatan ketatanegaraan yang berlaku, ujarnya.
Terkait dengan pelanggaran itu, ujarnya, DPD sebagai institusi akan menggelar rapat paripurna pada Selasa (29/11/2014) guna mengambil sikap atas putusan DPR tersebut.
"Apabila DPR RI bersama pemerintah tidak menjalankan amanat yang dimaksud dalam konstitusi maka DPD akan mengambil langkah-langkah tegas untuk menegakkan ketentuan tersebut," ujarnya.