Bisnis.com, JAKARTA—Integrasi sektor keuangan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang ditargetkan berjalan mulai 2020 mendatang memang memberikan potensi besar. Namun, ada beberapa faktor yang membuat proses menuju integrasi ini kian rumit.
Credit Analyst Standard & Poor’s Rating Service Chris Lee memprediksi integrasi di sektor keuangan tak akan berjalan mulus. “Bank-bank lokal akan dengan kuat melakukan perlawanan sebelum mempersilahkan liberalisasi,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima Bisnis, Rabu (12/11/2014).
Selain itu, menurutnya, di samping keuntungan berupa pangsa pasar yang lebih besar serta sistem perbankan yang lebih efisien, integrasi keuangan ini akan menyumbang percepatan penularan masalah.
“Namun, integrasi ini juga akan meningkatkan risiko cepatnya masalah menyebar. Saat satu sistem terkena masalah, bisa dengan cepat menular ke sistem lainnya,” paparnya.
Dalam catatan Bisnis, hingga kini baru Malaysia yang menyetujui Asian Banking Integration Framework (ABIF), sedangkan 9 bank sentral negara lain di kawasan Asean, belum sepakat.
Direktur Departemen Komunikasi Bank Indonesia Peter Jacobs mengatakan pihaknya belum sepakat karena ada asas resiprokal yang tak sejalan, termasuk kemudahan bank domestik untuk ekspansi.
Dia menuturkan, baru ada 9 kantor cabang bank asal Indonesia yang tersebar di negara lain di kawasan Asean. Jumlah tersebut, lanjutnya, jauh di bawah jumlah kantor asing yang dimiliki bank asing di Indonesia.