Bisnis.com, BOGOR- Dalam kurun waktu 2003-2013 jumlah petani di Jawa Barat berkurang hingga mencapai sekitar 1,28 juta petani.
Guru Besar Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian IPB Slamet Budijanto mengatakan pengurangan jumlah petani di Jawa Barat harus dilihat secara kritis.
Menurutnya, apabila pengurangan jumlah petani tersebut disebabkan oleh alihfungsi lahan, maka kondisinya bisa dianggap mengkhawatirkan.
Dia memberi contoh, lahan pertanian di Karawang Jawa Barat yang disebut sebagai salah satu kawasan penghasil produk pertanian tertinggi sudah banyak dialihfungsikan untuk kawasan industri.
"Kalau melihat situasi seperti itu, saya kira ini akan menjadi masalah buat sektor pertanian. Memang bagus banyak berdirinya industri, tapi ya jangan di lahan pertanian," paparnya, Kamis (16/10/2014).
Slamet mengatakan pihaknya mendukung penuh apabila di setiap kabupaten dan kota di Jawa Barat perlu dibangun rumah produksi hasil olahan pertanian sebagai upaya penciptaan lapangan kerja petani yang baru.
Selain menciptakan nilai tambah bagi petani, angka persaingan sektor pertanian akan berkurang dengan sedikitnya jumlah petani tersebut.
"Asalkan jumlah yang berkurang itu tetap bekerja di sektor pertanian. Jadi ada timbal balik antara petani dan pengolah hasil pertanian," ujarnya.
Slamet mengingatkan adanya sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni akan menjadi poin penting dalam pengelolaan rumah produksi hasil pertanian.
Di Jawa Barat, lanjutnya, pernah membangun terminal agribisnis dan sejumlah tempat workshop pertanian untuk kalangan petani. Akan tetapi, hingga saat ini hasilnya tidak berjalan dengan baik.
Dia mengatakan faktor SDM yang berkualitas akan menyebabkan apakah hasil inovasi sektor pertanian di Jawa Barat akan lebih baik atau tidak.
"Jangan sampai inovasi-inovasi yang telah ada seperti pengadaan terminal agribisnis tidak memberikan hasil positif bagi para petani. Padahal adanya terminal itu sudah bagus. Tapi tidak berjalan dengan baik," ujarnya.
Dia menambahkan, ada baiknya masing-masing daerah di Jawa Barat memanfaatkan potensi hasil pertanian yang dimiliki untuk dijadikan ikon olahannya.
“Jadi kalau Bogor terkenal dengan talas, produk olahannya harus dikuatkan. Nantinya talas bogor bisa dikembangkan menjadi produk berdaya saing,” ujarnya.