Bisnis.com, MANADO—Kalangan perbankan di Kawasan Timur Indonesia (KTI) diminta untuk menjaga likuiditas di pengujung tahun ini seiring dengan lebih tingginya pertumbuhan kredit dibandingkan dengan penghimpunan dana pihak ketiga (DPK).
F.A. Purnama Jaya, Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Utara (Sulut), Gorontalo, dan Maluku Utara, mengatakan pertumbuhan penyaluran kredit perbankan di Maluku Utara mencapai 10,63% menjadi Rp4,89 triliun per Agustus 2014.
“Sementara itu, DPK yang dihimpun di daerah tersebut hanya tumbuh 8,73% menjadi Rp5,17 triliun,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (9/10/2014).
Selain itu, OJK mendesak perbankan di wilayah kerjanya untuk menjaga likuiditas seiring dengan tingginya rasio intermediasi perbankan kawasan tersebut.
Bahkan, rasio intermediasi (loan to deposit ratio/LDR) di Sulut mencapai 120%-135%, karena tingginya penyaluran kredit.
Menurut Purnama, tingginya rasio LDR merupakan salah satu karakter perbankan di Sulut karena masyarakat lebih memilih memanfaatkan pembiayaan daripada menabung.
“Kalangan perbankan di Sulut memang harus giat kumpulkan DPK karena rasio intermediasi masih di atas 100%,” ujarnya.
Dia menjelaskan kondisi tingginya LDR tersebut membuktikan bahwa ada dana dari luar yang masuk ke daerah tersebut, baik dari cabang di daerah lain ataupun kantor pusat masing-masing perbankan nasional di Jakarta.
Dia menambahkan sektor konsumtif mendominasi pemanfaatkan kredit dengan porsi sekitar 60% dari total kredit yang disalurkan.
“Tidak banyak industri di Sulut jadi memang konsumsi menjadi besar,” jelasnya.
Kondisi hampir sama juga terjadi di Maluku. Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Maluku Wurjanto menuturkan penghimpunan DPK perbankan di daerah tersebut mencapai Rp9,7 triliun per Juli 2014, atau tumbuh 11,2% dibandingkan realisasi periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, penyaluran kredit justru tumbuh lebih tinggi sebesar 12,2% menjadi Rp7,7 triliun pada periode tersebut.
Dengan demikian, LDR perbankan di Maluku mencapai 78,6%.
Meski rasio intermediasi masih berada dalam tahap wajar, kalangan perbankan di Maluku diminta waspada seiring dengan lebih tingginya pertumbuhan kredit daripada DPK.
“Rata-rata tipikal perbankan di KTI memang seperti ini, terutama kredit konsumsi yang tinggi,” tuturnya.
Bahkan, kredit konsumsi di provinsi tersebut mencapai Rp5 triliun atau memiliki pangsa 64,9% dari total kredit yang disalurkan Rp7,7 triliun.
Di sisi lain, kredit modal kerja hanya Rp2 triliun dengan market share 25,9% dan kredit investasi Rp700 miliar (9,09%).