Bisnis.com, JAKARTA--Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi menilai keterbukaan informasi pelayanan publik dapat mencegah terjadinya praktik korupsi.
Deputi Bidang Pelayanan Publik Mirawaty Sudjono mengatakan keterbukaan informasi pelayanan publik saat ini masih terganjal minimnya birokrat untuk memahami arti dari pelayanan publik dan bagaimana mengemas informasi secara utuh dan berimbang. Selain itu, masyarakat juga masih pasif dalam menggunakan keterbukaan informasi publik sebagai dinamika yang sehat dan utuh.
Dia menjelaskan tindak korupsi terjadi bukan semata-mata berbentuk uang.
“Pelayanan publik yang buruk juga termasuk tindakan korupsi. Oleh karenanya, pelayanan publik harus berjalan sesuai standar yang telah ditentukan,” katanya, Rabu (8/10/2014).
Pandangan masyarakat yang menganggap tindakan korupsi hanya berbentuk uang menyebabkan segala tindakan pelayanan publik yang buruk kerap diabaikan masyarakat untuk dilaporkan kepada negara. “Sikap apatis masyarakat ini justru merugikan masyarakat sendiri. Masyarakat harus disadarkan untuk memanfaatkan UU tentang Pelayanan Publik itu. Masih banyak masyarakat yang tidak mengetahui esensi UU ini,” katanya.
UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik secara garis besar hanya melayani informasi pelayanan publik yang sifatnya umum.
Ketua Umum Lembaga Pengawasan Investigasi LPI Tipikor Aidil Fitri mengatakan peran masyarakat dalam keterbukaan informasi publik dapat mencegah tindak korupsi melalui tingkat pemahaman. “Informasi harus berdasarkan payung hukum. Tidak serta merta kita bebas bertindak. Harus dipahami apa itu informasi publik terkait Tipikor dan setiap elemen ada wilayahnya guna bertindak secara hukum,” katanya.
Sesuai UU 28/1999, masyarakat wajib turut mengawasi penyelenggara negara guna menghadirkan informasi yang bersih dari KKN. Karena itu, masyarakat wajib mengawasi bila ada uang negara yang dipakai untuk kepentingan bangsa agar tidak melenceng dari tujuan semula.