Bisnis.com, MOSKOW—Pada awal Agustus lalu, Presiden Rusia Vladimir Putin menandatangani sebuah kebijakan untuk melindungi keamanan negara berupa pelarangan selama satu tahun impor produk pertanian dan makanan dari Amerika Serikat, Uni Eropa, Kanada, Australia, dan Norwegia.
Kebijakan itu sebagai tindakan balasan terhadap serangan yang diberikan kelompok negara Barat tersebut terhadap Rusia. Kendati demikian, Rusia menyatakan keadaan untuk meninjau kebijaksanaan ini apabila ada komitmen untuk berdialog.
Adapun daftar komoditas makanan yang dilarang di antaranya termasuk daging, unggas, ikan, seafood, susu, produk susu, buah-buahan, dan sayuran.
Menurut Rosstat, Layanan Statistik Negara di Rusia, harga pangan yang diembargo terus meningkat selama periode 1-25 Agustus. Mereka diantaranya unggas 3,6%, daging bagi 1,7%, daging sapi 0,9%, ikan 1%, mentega 0,4%, keju 0,5%.
Kementerian Pembangunan Ekonomi Rusia mencatat kenaikan harga sebesar 7,9%. Sejak awal 2014 ini merupakan presentasi kenaikan harga terbesar sejak 2009.
Atas kebijakan tindakan balasan tersebut, Rusia siap melakukan swasembada pangan. Upaya ini mendapat dukungan yang kuat dan respons positif oleh masyarakat setempat. Sebab selain lebih meningkatkan kesejahteraan petani sempat, Rusia pun tidak lagi tergantung dengan bahan makanan impor. Sementara sebagian makanan yang tidak mencukupi di dalam negeri siap dipasok oleh negara-negara lain yang menggantikan posisi Barat. Misalnya Turki, China, Brazil, Islandia, dan juga negara-negara Asia Tenggara.
Tentu saja tindakan balasan Rusia atas pembatasan impor terhadap Uni Eropa dan sekutunya tersebut melukai perekonomian Eropa. Salah satu dampaknya adalah ancaman hilangnya ratusan ribu lapangan pekerjaan di Uni Eropa.
Menurut laporan kelompok jasa keuangan/ International Netherland Groups (ING), pelarangan impor dari Barat tersebut dapat mengakibatkan hilangnya lebih dari 130.000 pekerjaan di Uni Eropa. Misalnya, hilangnya 23 ribu pekerjaan di Polandia dan 21 ribu di Jerman dalam bidang logistik pertanian. Untuk dampak ini saja, total kerugian Jerman mencapai sekitar 1,3 miliar euro.
Total ekspor Jerman ke Rusia dapat menyusut sebesar 25-29% pada tahun ini dan itu akan memengaruhi sekitar 50 ribu tenaga kerja di Jerman.
Mengacu Kantor Statistik Federal Jerman, Kementarian Pembangunan Ekonomi Rusia mengatakan bahwa pada 2013 nilai ekspor Jerman ke Rusia sebesar US$47,7 miliar, atau sekitar 5,3% pangsa pasarnya. Sebelumnya pada 2012 hanya sekitar 3,3%-3,5% pangsa pasarnya.
Sementara itu, ekspor produk-produk pertanian Uni Eropa ke Rusia mencapai US$15,8 miliar pada 2013.
Atase perdagangan Indonesia di Moskow Heryono Hadi Prasetyo mengatakan sanksi balasan dari Rusia tersebut berakibat pada turunnya barang produk-produk pertanian di Uni Eropa sebagai akibat kelebihan supply.
”Oleh sebab itu pengamat mengestimasi kerugian bagi perekonomian Eropa bisa mencapai sekitar US$1,6 miliar,” katanya di Moskow, Selasa (12/9/2014).
Heryono menambahkan larangan Rusia pada produk makanan dan pertanian tidak begitu berdampak signifikan.
“Bahkan disambut positif oleh industry dalam negeri mereka yang sebelumnya kalah bersaing oleh produk impor,” katanya.
Selain Jerman dan Polandia, negara Uni Eropa lain yang terpukul signifikan adalah Belanda dan Belgia. Menurut Kantor Statistik Belanda, perekonomian Belanda akan kehilangan setidaknya $400 juta dari sektor makana akibat embargo Rusia.
Total nilai ekspor makanan Belanda ke Rusia sebesar 500 juta euro pada 2013 akan turun menjadi lebih kurang 300 juta euro atau kehilangan 200 juta euro. Akibatnya, pertumbuhan PDB Belanda diperkirakan melambat 0,25%-0,50% dan potensi kerugian Belanda sekitar 2%. Artinya Belanda berpotensi kehilangan sekitar 5.000 pekerjaan.
Adapun Belgia diperkirakan akan kehilangan hingga 3.000 pekerjaan dan $219 juta.
Sementara menurut pengamat ekonomi, negara-negara Baltik yang akan terhantam paling keras adalah Lithuania kehilangan 0,4% dari PDB, Estonia kehilangan 0,35%, dan Latvia kehilangan 0,2%.
Uni Eropa baru-baru ini mengalokasikan 125 juta euro untuk sejumlah produsen makanan Eropa yang terpengaruh oleh embargo Rusia. Subsidi yang diperkirakan berlangsung sampai akhir November.