Bisnis.com, TOKYO – Kondisi yen yang terus melemah menimbulkan keluhan sejumlah pebisnis Jepang. Mereka menilai Bank of Japan (BoJ) tak kunjung mengambil tindakan meski pelemahan yen menggerus pendapatan korporasi.
Kepala Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Osaka, Shigetaka Sato melaporkan margin keuntungan mereka yang menipis karena harga bahan baku dan bahan bakar impor yang berangsur mengalami kenaikan, meski penjualan meningkat.
Kepala Federasi Ekonomi Kansai, Shosuke Mori bahkan mengatakan harga bahan bakar mencapai level mengkhawatirkan. Mori membawahi beberapa korporasi yang beradai di Osaka dan Kansai seperti Panasonic Corp, Sumitomo Electric Industries Ltd, dan Daikin Industries Ltd.
“Ini harus menjadi perhatian kita. Pelemahan tajam yen menyebabkan dampak negatif seperti meningkatkan biaya impor yang dapat berdampak signifikan,” kata Sato yang juga merupakan Dirut Keihan Electric Railway Co di Tokyo, Rabu (17/9/2014)
Senada, presiden pabrik pembuat suku cadang otomotif Jepang, Haruo Shimizu mendesak Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda untuk mengupayakan kebijakan apapun untuk menstabilkan nilai tukar yen.
“Saya ingin BoJ bekerja sama dengan pemerintah, menciptakan kebijakan yang menstabilkan yen untuk jangka panjang,” kata Shimizu.
Sebelumnya, Kuroda menyampaikan menyatakan sulit untuk mengontrol nilai tukar yen melalui kebijakan ekonomi Jepang saat ini, mengingat tingkat nilai tukar dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, terutama pemulihan di Amerika Serikat, Eropa, dan Asia.
Ia menekankan dorongannya pada korporasi untuk meningkatkan investasi domestik, daripada harus menggeser proses produksi ke luar negeri. Menurutnya, penurunan nilai yen saat ini tidak perlu menimbulkan kepanikan berlebihan mengingat ekonomi Amerika Serikat perlahan memulih.
“Di satu sisi, saya sepakat dengan perspektif perusahaan, bahwa kestabilan nilai tukar amat penting. Namun di sisi lain, ini bisa menjadi momentum peningkatan investasi dalam negeri oleh korporasi, dari keuntungan yang mereka peroleh sebelumnya,” ungkap Kuroda di Tokyo, Selasa (16/9) lalu.
Meski demikian, Kuroda berjanji akan terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk mengupayakan kestabilan nilai tukar yen.
Merespons keluhan pebisnis, ekonom Mizuho Research Institute, kaori Yamato menyampaikan dalam jangka panjang, pelemahan yen akan berdampak buruk bagi aktivitas ekspor. “Perusahaan tidak tertarik untuk memperluas kapasitasnya di Jepang karena tingginya populasi tua dan jumlah populasi yang turun,” Jelas Yamato.
Dampak dari penurunan konstan yen, perusahaan besar seperti Mazda Motor Corp memutuskan untuk memindahkan produksinya ke Meksiko, untuk menyiasati tingginya biaya impor bahan baku dan meminimalisasi risiko dari fluktuasi nilai tukar.
“Menyadari nilai tukar yen akan seperti ini dalam jangka panjang, kami tidak dapat mengandalkan Jepang sebagai basis produksi,” ungkap Direktur Eksekutif Mazda, Masamichi Kogai.
Dengan kondisi yen yang seperti ini, akan menjadi beban baru bagi Perdana Menteri Shinzo Abe jika ia tak mampu menggairahkan ekspor. Di sisi lain, sejumlah ekonom menilai pelemahan yen merupakan salah satu dampak dari kebijakan-kebijakan ekonomi Abe. Kebijakan Abe mengatasi deflasi dinilai hanya efektif saat ia baru saja terpilih 2012 lalu.