Bisnis.com, TOKYO – Gubernur Bank of Japan (BoJ) Haruhiko Kuroda menyatakan sulit untuk mengontrol nilai tukar yen melalui kebijakan ekonomi Jepang saat ini, mengingat tingkat nilai tukar dipengaruhi oleh faktor-faktor lain, terutama pemulihan di Amerika Serikat, Eropa, dan Asia.
Sepekan terakhir para pengambil kebijakan negara tersebut mewaspadai laju yen yang semakin lemah, karena merupakan hal krusial bagi sektor bisnis. Beberapa korporasi Negeri Sakura mulai mengeluhkan biaya impor yang semakin tinggi yang menekan profit perusahaan.
“Di satu sisi, saya sepakat dengan perspektif perusahaan, bahwa kestabilan nilai tukar amat penting. Namun di sisi lain, ini bisa menjadi momentum peningkatan investasi dalam negeri oleh korporasi, dari keuntungan yang mereka peroleh sebelumnya,” ungkap Kuroda di Tokyo.
Ia menekankan dorongannya pada korporasi untuk meningkatkan investasi domestik, daripada harus menggeser proses produksi ke luar negeri. Menurutnya, penurunan nilai yen saat ini tidak perlu menimbulkan kepanikan berlebihan.
“Namun bank sentral dan pemerintah akan terus berkoordinasi. Kami akan mengupayakan yang terbaik untuk memastikan kestabilan nilai tukar,” tambahnya.
Melemahnya yen dapat menjadi keuntungan bagi para eksportir karena harga produknya akan turun dan menjadi lebih kompetitif di pasar luar negeri. Fakta tersebut terlihat pada Panasonic Corp, yang profitnya menanjak signifikan sejak yen melemah.
Sebaliknya, pelemahan nilai tukar yen juga dapat memperparah kinerja ekspor. Padahal pengambil kebijakan Jepang menggantungkan harapannya pada aktivitas perdagangan, mengingat permintaan domestik negara tersebut tak kunjung pulih pascakenaikan pajak penjualan per 1 April.
Pekan lalu, Menteri Ekonomi Akira Amari dan Menkeu Taro Aso menyampaikan fluktuasi berlebihan mata uang negara tersebut tidak berdampak positif bagi perekonomian, karena pergerakan yen merupakan indikator utama pasar untuk mendefinisikan situasi fundamental ekonomi.