Bisnis.com, JAKARTA-- Kejaksaan Agung berharap Jaksa Agung terpilih berikutnya setelah Basrief Arief, pada pemerintahan baru Joko Widodo-Jusuf Kalla dapat memulangkan terpidana dugaan tindak pidana korupsi cessie Bank Bali, Djoko S Tjandra.
Djoko S Tjandra telah menjadi buronan sejak tahun 2009, sehari sebelum putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Konstitusi (MK).
Djoko Tjandra diduga telah melakukan tindak pidana korupsi sebesar Rp546 miliar dan melarikan diri sehari sebelum putusan PK MK ke Papua New Guinea (PNG).
Djoko adalah satu-satunya terpidana Bank Bali yang belum dieksekusi selaku Wakil Direktur Utama PT Era Giat Prima (EGP) sampai saat ini.
Penegasan tersebut disampaikan Wakil Jaksa Agung, Andhi Nirwanto di Kejaksaan Agung Jakarta, Jumat (12/9/2014).
"Kalau memang bisa, lebih bagus," tuturnya.
Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAMpidsus) tersebut mengaku bahwa pihaknya sampai saat ini masih kesulitan untuk memulangkan Djoko Tjandra dari PNG.
Pasalnya, sistem hukum yang ada di Indonesia dan PNG berbeda jauh. Khususnya yang berkaitan dengan pemulangan terpidana korupsi.
"Tapi kalau kita tidak bisa memastikan. Karena ini kan terkait dengan antarnegara dan terkait juga dengan hukum yang ada di luar negeri," kata Andhi.
Menurut Andhi, pihaknya selalu merasa kesulitan jika harus memulangkan semua terpidana yang ada di luar negeri dan kini menjadi buronan.
Andhi mencontohkan seperti buronan Adrian Kiki yang telah diekstradisi dari Australia karena menjadi buronan dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).
"Sebab pengalaman yang lalu, itu kan tidak segampang itu, yang dari Australia itu kan juga memakan waktu," ujar Andhi.
Kendati demikian, pihaknya tetap akan berusaha memulangkan Djoko Tjandra meskipun sampai saat ini masih belum menunjukkan titik terang.
"Pokoknya kita senantiasa berusaha ini," tukasnya.
Sebelumnya, pemerintah RI dan PNG telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) terkait dengan perjanjian ekstradisi kedua negara tersebut.
Nota yang ditandatangani oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum HAM) Amir Syamsuddin ini adalah bagian dari 11 nota kesepahaman dalam kunjungan kenegaraan Perdana Menteri PNG, Peter O'Neill dan delegasinya.
Perjanjian ekstradisi tersebut diharapkan bisa menjadi jalan keluar dari proses pemulangan Djoko Tjandra yang berlarut-larut.
Djoko merupakan terdakwa kasus hak tagih Bank Bali 11 Januari 1999. Ia meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma di Jakarta ke Port Moresby, PNG pada 10 Juni 2009.
Kepergiannya itu hanya berselang satu hari sebelum Mahkamah Agung (MA) memutuskan perkaranya.
MA menyatakan, Djoko Tjandra bersalah dengan vonis dihukum penjara dua tahun, harus membayar denda Rp15 juta, serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp54 miliar dirampas untuk negara.
Pada 2012, Djoko kemudian menjadi warga negara Papua Nugini dan mengubah namanya menjadi Joe Chan.
Selain itu, Djoko Tjandra juga teridentifikasi tinggal di Singapura.
Dia diketahui hanya empat kali mengunjungi PNG pada 2011 dengan menggunakan paspor bernama Joe Chan.
Di kalangan orang-orang yang mengenalnya, Djoko Tjandra kerap disebut dengan nama khusus Djoker.