Bisnis.com, SYDNEY – Korporasi-korporasi besar Australia menyatakan pesimistis terhadap kinerja tahun ini. Pasalnya, hingga saat ini perusahaan dituntut untuk menyesuaikan diri dengan tingginya nilai tukar mata uang dan biaya produksi yang membuat mereka sulit berkompetisi di pasar ekspor.
Hasil survei Bloomberg menyimpulkan investasi bisnis diprediksi jatuh, meski pembayaran deviden rata-rata meningkat dalam dua tahun terakhir. Adapun pemerintah memprediksi total belanja modal swasta akan jatuh 10% ke nilai A$145,16 miliar per Mei 2015 mendatang.
Gubernur Reserve Bank of Austrelaia (RBA) Gelnn Stevens yang telah memangkas pinjaman ke level terendah, menggantungkan harapan pada korporasi-korporasi untuk berani mengambil risiko demi memicu pertumbuhan.
Profesor ekonomi Melbourne University, Ross Garnaut menyampaikan satu-satunya solusi atas pesimistisnya korporasi yaitu depresiasi tinggi pada dolar Australia.
“Secara bersamaan, belanja modal pada barang-barang dan jasa melemah karena menipisnya investasi dan tingkat nilai tukar yang tinggi,” kata Garnaut di Melbourne, Selasa (9/9).
Perekonomian Negeri Kanguru tak kunjung bangkit setelah investasi sektor pertambangan negara tersebut anjlok. Tingkat pengangguran Australia pun untuk pertama kalinya melampaui AS pada Juli lalu ke level 6,4%. Di sisi lain, profit perusahaan pada kuartal II lalu jatuh tertajam dalam 5 tahun.
Adapun ekonomi Australia kuartal II tumbuh 0,5% dari kuartal lalu, melambat setelah berekspansi 1,1% pada kuartal I.