Bisnis.com, TOKYO - Pemerintah Jepang kini lebih berhati-hati dalam memutuskan periode kenaikan pajak penjualan, karena selain dapat meningkatkan kas negara, tingginya pajak juga berpotensi menyebabkan kejatuhan ekonomi.
Wakil Menteri Ekonomi Jepang Yasuhito Nishimura menyampaikan bahwa dirinya masih mengkhawatirkan dampak negatif kenaikan pajak penjualan 1 April yang masih mendera Jepang. Ia mengklaim Kementerian Ekonomi Negeri Sakura siap mengucurkan stimulus fiskal jika dibutuhkan.
“Kami konsisten dengan rencana penaikan pajak. Namun secara pribadi saya menilai keputusan berikutnya harus lebih berhati-hati mengingat kenaikan total 5% dalam tempo 1,5 tahun akan berdampak signifikan pada ekonomi,” kata Nishimura di Tokyo, Rabu (27/8/2014).
Nishimura menyampaikan optimistisnya pada target capaian inflasi 2% dengan alasan tren perekonomian membaik. Meski demikian, dia mengeluhkan konsumsi sektor swasta pada Juli-Agustus yang menunjukkan kemunduran permintaan, menegaskan dampak berkepanjangan kenaikan pajak penjualan.
Pascaketetapan kenaikan pajak penjualan, sejumlah data indikator ekonomi Jepang memang menunjukkan kemunduran. Akumulasi dari lesunya aktivitas ekonomi terlihat dari data produk domestik bruto (PBD) kuartal II/2014 yang mengalami kontraksi 6,8% setelah berekspansi 6,1% pada kuartal sebelumnya.
Kontraksi tersebut merupakan yang terdalam setelah kontraksi ekonomi yang terjadi saat negara tersebut terkena gempa bumi dan tsunami pada 2011. Beberapa data indikator ekonomi, termasuk data produksi pabrik dan ekspor, diharapkan bangkit pada kuartal ketiga.
Pasalnya, data ekonomi berikutnya akan menjadi pertimbangan utama Abe untuk memutuskan apakah ia akan menaikkan pajak penjualan. Putusan perdana menteri yang menjabat sejak 2012 ini akan dipublikasikan