Bisnis.com, JOHANNESBURG – Setelah diprediksi akan terkontraksi, Afrika Selatan berhasil berekspansi 0,6% pada kuartal kedua tahun ini, meski di bawah konsensus para ekonom yang disurvei Bloomberg yaitu kenaikan sebesar 0,9%.
Ekonomi Afrika Selatan berekspansi setelah sempat terkontraksi pada kuartal sebelumnya.
Negara perekonomian terbesar kedua di Afrika tersebut tengah menghadapi pemogokan besar-besaran pekerja di lima tambang produsen platinum terbesar di dunia.
Tekanan pada perekonomian Afsel semakin terasa setelah Senin lalu Menteri Keuangan Nhlanhla Nene mengatakan ia akan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi oleh pemerintah menjadi 1,7% pada tahun ini, turun jauh dari proyeksi Februari lalu yaitu tumbuh 2,7%.
Jika prediksi pertumbuhan 1,7% Nene tidak meleset, maka ini akan menjadi pertumbuhan paling rendah sejak negara tersebut mengalami resesi pada 2009 lalu. Pada 2013 lalu, Afrika Selatan tumbuh 1,9%.
“Aksi pemogokan dan lemahnya suplai energi cukup menjadi hambatan untuk mengejar target pertumbuhan,” ungkap Nene dalam sebuah wawancara di Johannesburg.
Dengan pemangkasan estimasi pertumbuhan tersebut, Nene mengaku saat ini bahaya mengintai defisit bujet negara Afrika Selatan. Ia menyatakan akan meningkatkan pemanfaatan sumber daya, meningkatkan pendapatan dari pajak, dan mengutamakan efisiensi dalam menggunakan bujet negara.
“Pemerintah yakin kita mampu menegakkan kebijakan fiskal untuk mengendalikan utang dan membangun infrastruktur. Pemerintah akan berupaya meningkatkan pemasukan dan membatasi pengeluaran yang tidak perlu untuk menekan defisit,” kata Nene.
Pemerintah Afrika Selatan berjanji akan meminimalisasi defisit anggaran ke level 2,8% dari PDB hingga 2017 kelak, dan mengurangi utang negara hingga 48,3%.
“Kita harus mempertimbangkan dengan cermat keputusan yang akan diambil. Harus ada keputusan yang diprioritaskan,” kata Nene.
Pemogokan oleh ribuan pekerja tambang platinum menimbulkan dampak negatif pada perekonomian Afrika.
Beberapa perusahaan tambang melaporkan kerugian, termasuk produsen platinum nomor satu dunia, Anglo American Platinum (Amplats) yang memutuskan menjual salah satu tambang operasionalnya setelah mengalami penurunan keuntungan hingga 90%.
Data yang dirilis Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Afsel menunjukkan indeks kepercayaan bisnis negara tersebut jatuh ke level terendah dalam kurun 11 tahun.
Di saat yang sama, Afsel juga menghadapi persoalan inflasi sehingga mendorong bank sentral menaikkan tingkat suku bunga ke level 5,75%.
Mata uang Afsel rand telah jatuh 21% terhadap dolar sepanjang tahun ini, performa terburuk di antara 16 mata uang utama yang dipantau oleh Bloomberg.