Bisnis.com, MOSKOW – Sanksi yang dijatuhkan pihak Barat terhadap Rusia terkait kasus Ukraina menjadi bahan bakar yang menyulut upaya penutupan bisnis pihak Barat di Negeri Beruang Putih itu.
Rusia, Kamis (21/8/2014) menyatakan sedang menyelidiki lusinan restoran cepat saji McDonald’s. Sementara itu, pada Rabu (20/8), badan pengawas makanan Rusia telah memerintah penutupan 4 restoran ini yang berada di Moskow.
Langkah ini dinilai kalangan pengusaha sebagai bentuk perlawanan atas sanksi Barat terkait kasus Ukraina sebagai bentuk kekhawatiran meluasnya simbol kapitalisme Barat.
Badan pengawas kesehatan pangan Rusia menyatakan sedang mencari kemungkinan adanya pelanggaran aturan kesehatan di McDonald’s.
“Jelas sekali bahwa ini dipicu oleh isu politis sekitar masalah Ukraina,” ujar Alexis Rodzianko, Presiden dan CEO Kamar Dagang Amerika di Rusia.
“Pertanyaan yang mengganggu pikiran saya adalah: Apakah ini akan berlangsung secara perlahan, atau justru akan menjadi awal sebuah kampanye kebencian?” ujarnya.
Rusia pada awal bulan ini memberlakukan larangan impor pangan setelah Washington dan Brussels (Uni Eropa), menerapkan sanksi ekonomi sebagai respons atas pendudukan Krimea dan dukungan Moskow terhadap kaum separatis di Ukraina.
McDonald’s yang dibuka pertama kali di Rusia di saat-saat menjelang bubarnya Uni Soviet pada 1990, yang jelas-jelas merupakan simbol kehadiran kapitalisme di Rusia, kini memiliki 438 cabang.
Badan pengawas makanan memerintah penutupan 4 dari restauran ini yang berada di Moskow pada Rabu (20/8). Perintah penutupan termasuk kepada cabang pertama McDonald’s di Rusia, yang merupakan cabang tersibuk restoran cepat saji ini di dunia.
Badan ini, Kamis mulai melakukan pengecekan secara acak di sejumlah wilayah Rusia termasuk di Sverdlovk dan Tatarstan di wilayah pegunungan Ural, di wilayah Voronezh, dan wilayah sekitar ibu kota.
“Kami memperhatikan apa yang sedang terjadi. Kami telah dan kini pun terbuka untuk menjalani pemeriksaan,” ujar wanita juru bicara McDonald’s Rusia.
Sejauh ini tak diberitakan ada brand terkemuka Barat lainnya yang berada di bawah pengawasan ketat otoritas Rusia, meski media Rusia mengabarkan soal penyelidikan terhadap Jack Daniels.
AmRest, perusahaan yang terdaftar di Warsawa pemegang franchise sejumlah brand AS seperti Starbucks, KFC, Pizza Hut dan Burger King menyatakan pekan lalu bahwa mereka tidak mengalami kendala apa pun.
“Kami memonitor setiap dinamika geopolitik, untuk memastikan bahwa kami dapat melakukan perubahan dengan risiko bisnis seminimal mungkin,” ujar bos AmRest Henry McGovern dalam konferensi jarak jauh bersama kalangan investor, pekan lalu.
Meski begitu, sejumlah brand terkemuka berada dalam posisi rentan.
Bank Prancis, Societe Generale, mempublikasikan pada Kamis sebuah nota riset yang menyebutkan perusahaan-perusahaan yang kebanyakan pendapatannya dihasilkan di Rusia paling berisiko terdampak masalah politik.
Brand atau perusahaan dimaksud ada British Petroleum, British American Tobacco, BASF, Carlsberg, Coca-Cola, Alstom dan E.ON.