Bisnis.com, JAKARTA - Pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden periode 2014-2019 masih berbuntut pada sengketa hasil pilpres.
Pasangan nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa mengajukan gugatan terhadap hasil dan pelaksanaan pilpres yang dinilai sarat kecurangan. Mahkamah Konstitusi sedang menggelar gugatan ini dan dijadwalkan paling lambat 21 Agustus akan mengeluarkan putusan akhir atas gugatan tersebut.
Pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra berkicau di Twitter dam Chirpstory, membahas masalah seputar sengketa tersebut. Berikut ini kicauannya:
Kalaulah dulu MK mau kabulkan permohonan saya secara akomodatif, maka konstitusionalitas Pilpres tidaklah serumit sekarang ini.
Pileg dan Pilpres okelah baru dilaksanakan serentak 2019, tapi setiap parpol peserta pileg, bisa ajukan pasangan capres di tahun 2014 ini.
Maka pastilah pasangan capres akan lebih dari dua pasang seperti sekarang ini.
Pasangan capres yang hanya dua itu menimbulkan debat konstitusionalitas, karena UUD 45 isyaratkan pasangan harus lebih dari dua pasangan.
Belum lagi pelaksanaan Pilpres yang amburadul seperti sekarang, konstitusionalitas Pilpres makin rumit dan panjang.
Akhirnya, siapapun yang nanti jadi Presiden dan Wakil Presiden pasca putusan MK, sulit untuk menjalankan roda pemerintahan dengan tenang.
Karena mereka menghadapi problema konstitusionalitas, mereka akan selalu digoyang-goyang. Keadaan spt ini tdk baik bagi bangsa dan negara.
Lihat saja sekarang, sudah ada suara-suara yang minta SBY keluarkan dekrit karena problema konstitusionalitas itu.
Walau, andaipun SBY berani keluarkan dekrit, akibat dari dekrit itu akan membuat keadaan tambah runyam.
Dekrit akan menimbulkan problema konstitusionalitas yang baru lagi, yang bukan selesaikan masalah, malah menambah-nambah persoalan.
Dulu sebelum Pileg banyak yang tak percaya pada omongan saya akan adanya krisis legitimasi kepemimpinan karena problema konstitusionalitas.
Masih ingat nggak AS Hikam membantah omongan saya di salah satu harian ibukota.
Menurut Hikam, Presiden baru akan mendapatkan legitimasi politik yang kuat sebagai hasil Pemilu yang demokratis, bukan persoalan legitimasi hukum.
Yang terjadi sekarang malah kedua-duanya, siapapun yang menang pasca putusan MK, akan alami problema legitimasi politik dan konstitusional.
Saya tidak berkepentingan dengan siapapun yang menang pasca putusan MK. Sikap saya sejak awal, netral.
Kepentingan saya adalah adanya stabilitas politik. Presiden baru memerintah dengan tenang dan tidak hadapi problema konstitusionalitas.
Itulah kepentingan saya. Salam hormat.