Bisnis.com, TOKYO – Bank of Japan (BOJ) memutuskan untuk mempertahankan program stimulus setelah data produksi dan ekspor menunjukkan kedua sektor tersebut terus melemah.
Di sisi lain, data tersebut menegaskan tugas Gubernur BOJ untuk menjaga laju ekonomi pascakenaikan pajak penjualan semakin berat.
Kuroda akan meningkatkan basis moneter tahunan sebesar 70 triliun yen atau setara US$687 miliar dari sebelumnya 60 triliun yen. Sebelumnya, ekonom telah memprediksikan langkah Kuroda ini, mengingat Negeri Sakura belum lepas dari ancaman deflasi.
Kondisi ini memperkuat spekulasi pemangkasan estimasi pertumbuhan indikator-indikator perekonomian oleh BOJ. Daya tahan ekonomi negara perekonomian terbesar ketiga di dunia tersebut dipertanyakan, setelah aktivitas produksi jatuh ke level terendah dalam 3 tahun.
“Jika ekspor terus lemah sedangkan upah tak kunjung naik, sepertinya BOJ akan memangkas penilaiannya atas indikator ekonomi. Masih ada sisa ruang untuk BOJ mengimplementasikan program stimulus,” kata ekonom Dai-ichi Life Research Institute, Hideo Kumano di Tokyo, Jumat (8/8).
Adapun ekonom Norinchukin Researh Institute Co, Takeshi Minami mengingatkan perekonomian Jepang akan stagnan, jika pemerintah tidak mengelola ekspor dan upah.
Secara teperinci, produksi Jepang tergelincir 3.3% pada Juni dari bulan sebelumnya, kejatuhan paling signifikan sejak Maret 2011 saat gempa bumi menyebabkan aktivitas ekonomi mandek. Padahal, Juli lalu BOJ sempat menyatakan optimistis terhadap data produksi.
Data yang sama menunjukkan harga konsumen meningkat 3,6% pada Juni dari periode yang sama tahun sebelumnya. Adapun inflasi inti Juni adalah 1,3%. Akhir pekan lalu, Kuroda menyampaikan ia optimistis target inflasi 2% akan segera tercapai. Hal senada juga disampaikan Menteri Keuangan Jepang, Taro Aso.