Bisnis.com, JAKARTA - Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mencatat sejarah tersendiri dengan mengadili perusahaan asuransi, karena diduga melakukan penipuan dan penggelapan dalam proses pengeluaran Jaminan Uang Muka atau Advance Payment Bond (APB), yang merugikan kliennya.
Pada Kamis (17/7/2014), PN Jakarta Pusat mengadili dan memvonis Rendra Prapantsa, Dirut PT Asuransi Intra Asia (Intra Asia), dan Yudi Irianto, Regional Manager Intra Asia, karena diduga menipu dan menggelapkan APB sehingga merugikan PT Premier Resources Indonesia (PRI), selaku kliennya.
Namun, meski perbuatan kedua terdakwa menyebabkan kerugian hingga Rp13,750 miliar, vonis terhadap keduanya terbilang ringan hanya tujuh bulan.
Dalam sidang kemarin, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman tujuh bulan penjara terhadap Rendra Prapantsa, Dirut PT Asuransi Intra Asia (Intra Asia), yang menjadi terdakwa kasus dugaan penipuan dan penggelapan dalam proses pengeluaran Jaminan APB, yang merugikan PT Premier Resources Indonesia (PRI), selaku pemegang APB. Majelis Hakim berkeyakinan Rendra terbukti melakukan penipuan sesuai dengan Pasal 378 KUHP.
"Menyatakan terdakwa secara sah dan menyakinkan terbukti bersalah memberikan kesempatan dan sarana Untuk melakukan perbuatan pidana penipuan sesuai dengan Pasal 378 KUHP. Terdakwa dinyatakan bersalah karena tidak mengambil tindakan untuk mencegah timbulnya AFB bodong tersebut," kata Ketua Majelis Hakim Jamaluddin Samosir di Gedung Pengadilan Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2014).
Dalam pertimbangannya, Hakim menyatakan Rendra sebagai Direktur Utama berkewajiban untuk mengurus segala hal dalam asuransi termasuk soal keuangan.
"Menimbang bahwa berdasarkan peraturan pemerintah, perusahaan aauransi bertanggung jawab terhadap agen. Menimbang keterangan ahli Tan Kamelo bahwa perusahaan asuransi dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana dan perdata. Dan menimbang keterangan ahli Tan Kamelo mengenai Vicarious Liability bahwa korporasi dapat diminta pertanggungjawaban dalam pidana atas tindakan dari agen yang memiliki hubungan kerja langsung dengan asuransi," kata Jamaluddin.
Ditambahkannya, menimbang bahwa akibat perbuatan Rendra yang tidak melakukan langkah-langkah sebagaimana diatur oleh peraturan OJK mengenai limit, dan tidak ada itikad baik melakukan pembayaran kepada PRI, padahal dalam klausul klaim asuransi dalam 14 harus melakukan pembayaran kepada PRI.
"Maka Majelis berkesimpulan bahwa terdakwa sengaja menyediakan sarana untuk terjadinya perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 378 KUHP," ujar Jamaluddin.
Di tempat yang sama, Majelis Hakim juga menjatuhkan hukuman tujuh bulan penjara terhadap Yudi Irianto selaku Regional Manager Intra Asia. Dalam sidang di tempat terpisah, Ketua Majelis Hakim Kasus Yudi, Robert Siahaan berkeyakinan kalau Yudi, terbukti bersalah, karena sedari awal sudah mengetahui bahwa APB tersebut tidak dapat dicairkan, tapi terdakwa malah memberikan sarana dan malah memberikan polis tersebut.
"Karena memberikan sarana untuk terbitnya APB tersebut, menyebabkan PRI mau menandatangani kontrak batubara. Karena dengan sengaja memberikan sarana dan kesempatan maka terdakwa secara sah dan menyakinkan telah memberikan kesempatan dan sarana sesuai dengan dakwaan pertama. Menyatakan terdakwa secara sah dan menyakinkan memberikan kesempatan dan sarana untuk melakukan perbuatan pidana penipuan 378 KUHP," kata Robert.
Usai sidang, Robert membantah kalau hukuman yang diberikan terlalu rendah. "Mereka itu hanya memberikan sarana dan prasarana dalam proses pengeluaran APB tersebut," kata Robert.
Dijelaskannya, tuntutan terhadap mereka juga 1 tahun dua bulan. Di tempat yang sama, Jaksa Nano Sugianto menyatakan akan pikir-pikir dulu.
"Kenapa divonis tujuh bulan, padahal tuntutannya itu setahun dua bulan. Tapi yang penting terbukti, seharusnya Yudi itu lebih tinggi karena dia yang menandatanganinya," kata Nano.
Dalam kasus APB bodong tersebut, telah diputus bersalah oleh Hakim PN Jakarta Pusat atas kasus penipuan dan penggelapan ini dari pihak Intra Asia yaitu Singgih Andhika selaku Asisten Technical Manager (Underwriting) selama 1 tahun 6 bulan, dan agennya yaitu Michael Mindo Kristanto 1 tahun 6 bulan. Untuk Daswa (agen) jaksa menghukumnya dengan vonis 2,5 tahun. Untuk terdakwa dari pihak DSP yaitu Soeparman DT dan Deddy Sugiyarto, putusan dibacakan dan hakim memvonisnya dengan hukuman tiga tahun penjara.
Seperti diketahui, dalam web perusahaannya, disebutkan Asuransi Intra Asia merupakan anak perusahaan PT. Intra Asia Corpora. Dimana Intra Asia Corpora memiliki anak perusahaan seperti perusahaan penerbangan Kartika Airlines dan perusahaan peternakan dan pertanian Cipendawa. Dimana Kartika Airlines diketahui sebagian sahamnya paling banyak dimiliki Kim Johanes Mulia.
Dalam sidang sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU), Nano Sugianto mendakwa Rendra secara berlapis dengan Pasal 378 KUHP jo Pasal 56 ayat 2 KUHP dan Pasal 372 KUHP jo Pasal 56 ayat 2 KUHP.
Dalam dakwaan pertama, jaksa menjerat Rendra dengan pasal penipuan karena selaku Dirut Intra Asia seharusnya mengetahui Jaminan Uang Muka yang dikeluarkan kantornya, yang dibuat atas permintaan Deddy Sugiyarto, Direktur Operasional PT Duta Sari Perdana (DSP) dan Soeparman Duto Pradono, Komisaris DSP, ternyata pada saat Jaminan Uang Muka tersebut dicairkan oleh PRI ke Intra Asia, baru diketahui ada Surat pernyataan dari DSP ke AIA bahwa jaminan Uang Muka tersebut hanya sebagai formalitas belaka atau syarat untuk memenuhi kelengkapan dokumen kontrak perjanjian yang diminta oleh PT PRI.
"Namun terdakwa (Rendra) malah memberikan sarana dan kesempatan untuk terbitnya Jaminan Uang Muka tersebut, dengan membiarkan saksi Yudi Irianto, selaku Regional Manager Intra Asia menyetujui dan menandatangani polis asuransi Jaminan Uang Muka, yang menjamin pengembalian uang muka, yang diserahkan DSP ke PRI, untuk pembelian batubara senilai 27,5 miliar rupiah," kata Nano.
Dimana dengan keluarnya Jaminan Uang muka dari Intra Asia tersebut, meyakinkan PRI setelah menandatangani kontrak jual-beli batubara dengan DSP. Padahal kenyataannya, Jaminan Uang Muka yang dikeluarkan Intra Asia, dan dibuat berdasarkan permohonan DSP, hanya sebagai formalitas belaka atau tidak dapat digunakan untuk mencairkan uang muka 13,750 miliar rupiah.
"Bahwa akibat dari perbuatan terdakwa (Rendra) yang memberikan sarana dan kesempatan kepada Deddy dan Soeparman untuk terbitnya Jaminan Uang Muka tersebut, menyebabkan PRI mengalami kerugian 13,750 miliar rupiah," ujar Nano.
Sedangkan dalam dakwaan kedua, jaksa mendakwa Rendra telah melakukan penggelapan terhadap uang 13,750 miliar rupiah, yang telah dibayarkan PRI ke DSP. "Bahwa perbuatan terdakwa Rendra yang memberikan sarana dan kesempatan untuk terbitnya Jaminan Uang Muka tersebut, kemudian dimanfaatkan Deddy dan Soeparman yang dengan tanpa seizin pihak PRI telah menggunakan uang muka pembelian batubara sebesar 13,750 miliar rupiah untuk kepentingan pribadi dan perusahaan DSP,” ujar Nano.
Seperti diketahui kasus penipuan asuransi ini bermula saat Direktur Operasional DSP, Deddy Sugiarto, yang mengaku memiliki SPK untuk tambang batubara di Sungai Danau, Kalimantan Selatan, sepakat untuk melakukan kontrak jual-beli batu bara, dengan Direktur PRI, Kamaludeen Muhammed Farooq Maricar. Atas permintaan DSP, PRI memberikan uang muka sebesar 50 persen atau 13,750 miliar rupiah, (dari nilai kontrak 27,5 miliar) kepada DSP, dengan perjanjian DSP harus mengirim batubara sebanyak 50 ribu metrik ton.
DSP menyerahkan Jaminan Uang Muka kepada PRI dan PRI lalu membayar uang muka 13,750 miliar rupiah. Dengan harapan, ketika terjadi wanprestasi, PRI dapat mengajukan klaim dan mendapat penggantian atas uang muka 13,750 miliar dari Intra Asia, atas uang yang telah dibayarkan ke DSP tersebut.
Dalam perjalanan waktu, DSP ternyata tidak juga mengirimkan batu bara, yang dipesan PRI, sehingga PRI mengajukan klaim pencairan Jaminan Uang Muka 13,750 miliar ke Intra Asia.
Namun klaim yang diajukan, ditolak dengan alasan bahwa Jaminan Uang Muka yang dibuat dan diajukan DSP, ternyata hanyalah formalitas belaka atau syarat untuk memenuhi kelengkapan dokumen kontrak perjanjian saja. Atas dasar tersebut, PRI merasa dirugikan oleh DSP dan Intra Asia dan mengajukan proses hukum terhadap keduanya.