BALIKPAPAN--PHRI Kota Balikpapan keberatan dengan besaran pajak hiburan yang diatur dalam Perwali No.7/2011 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemungutan Pajak Hiburan karena dinilai kontradiksi dengan visi kota sebagai kota jasa dan pariwisata.
Ketua BPC PHRI Kota Balikpapan Yulidar Gani mengatakan pajak hiburan yang ditetapkan oleh pemerintah kota angkanya cukup besar dibandingkan dengan kota-kota lain di Indonesia. Dia mencontohkan pemungutan pajak hiburan untuk diskotek, pub dan kelab malam ditetapkan sebesar 60% dari pembayaran.
“Ini bertentangan dengan visi kota ini yang salah satunya ingin menjadikannya sebagai kota jasa dan pariwisata,” ujarnya kepada wartawan, Senin (30/6).
Berdasarkan Perwali No.7/2011 tersebut, penetapan pajak dilakukan beragam mulai 5% hingga 60%. Untuk pagelaran kesenian rakyat pajak yang ditetapkan sebesar 5% dari harga tanda masuk. Kemudian, pajak hiburan untuk pertunjukan sirkus, akrobat, sulap, wahana wisata air dan sejenisnya ditetapkan 15% dari harga tanda masuk.
Sementara itu, untuk tontonan film dan pertunjukan musik dan tari masing-masing ditetapkan sebesar 20% dan 25% dari harga tanda masuk. Adapun, pajak hiburan untuk pacuan kuda atau kendaraan bermotor ditetapkan sebesar 30% dari harga tanda masuk.
Pajak hiburan juga dipungut dari permainan ketangkasan yang ditetapkan sebesar 20% dari pembayaran, panti pijat, refleksi, bilyar dan sejenisnya sebesar 35%, serta untuk pusat kebugaran, spa, pagelaran busana dan sejenisnya ditetapkan sebesar 40% dari pembayaran.
Adapun untuk pajak karaoke ditetapkan sebesar 45% dari pembayaran dan untuk diskotek serta kelab malam sebesar 60% dari pembayaran.
“Kalau ditetapkan pajak setinggi ini, bagaimana kami bisa bersaing menghadapi pasar Asean,” tuturnya.
Selain dengan besaran pajak, PHRI Kota Balikpapan juga mempermasalahkan kategori tamu yang menjadi subjek pajak dalam pemungutan pajak hiburan tersebut. Yulidar berpendapat tamu hotel merupakan orang yang mempergunakan fasilitas hotel tanpa perlu harus menginap di dalamnya.
“Sementara pemerintah menganggap, tamu hotel itu ya yang menginap. Kalau tidak menginap, namanya tamu luar. Ini kan tidak benar. Kami yang menjalani bisnis ini jadi sebaiknya ya tanya kami dong tentang definisi tamu itu,” katanya.