Bisnis.com, NAIROBI -- Para pemimpin negara-negara Afrika Timur dan China menandatangani kesepakatan atas proyek senilai miliaran dolar, berupa kontruksi kereta cepat yang akan terbentang sepanjang Mombassa, Kenya, hingga Nairobi.
Pembangunan ini didasarkan atas cita-cita negara-negara Afrika untuk dapat mengembangkan hubungan baik satu sama lain.
Kesepakatan ini ditandatangani pada Minggu (11/5/2014) di Nairobi sebagai kegiatan terakhir yang dilakukan Perdana Menteri China, Li Keqiang, selama perjalanannya di benua hitam.
Penandatanganan kembali dilakukan bersama negara-negara lain, setelah tahun lalu Presiden Kenya, Uhuru Kenyatta menandatangani kesepakatan yang sama ketika mengunjungi Beijing.
"Biaya yang sebelumnya kita keluarkan untuk pergerakan pelaku ekonomi dan distribusi barang akan jauh menurun," kata Kenyatta pasca penandatanganan.
Standar baru yang ditetapkan pada pembangunan rel yang sekarang digunakan oleh kereta api lambat dengan tujuan Uganda. Rel kereta baru nantinya akan tiba hingga Rwanda dan Sudan Selatan.
Saat ini, negara-negara di Afrika Timur dihubungkan oleh jalan buruk dan sempit yang dibangun pada abad ke-19. Kondisi ini jelas membutuhkan biaya besar bagi aktivitas perdagangan di negara-negara Afrika Timur.
"Pembangunan kereta cepat ini akan memotong biaya menjadi 8 sen dolar per metrik ton (1,1023 ton) per kilometernya, dari sebelumnya 20 sen," kata Kenyatta.
Perusahaan konsstruksi China, China Road and Bridge Corporation, telah ditunjuk untuk membangun konstruksi awal di Kenya.
Sebelumnya, sempat beredar kritik bahwa dalam penentuan tender, China dan Afrika tidak menggunakan sistem yang kompetitif.
Dewan pemerintahan Kenya menyampaikan bahwa tidak adanya penawaran publik karena tuntutan kondisi keamanan pembiayaan China. Asumsi lain mengatakan bahwa kesepakatan ini berharga 'tinggi'.
Dari publikasi sebelumnya, diketahui bahwa nilai rentangan rel kereta cepat Mombasa-Kenya adalah $5 miliar.
China telah membina hubungan baik dengan Afrika hingga dapat membangun infrastruktur di benua tersebut. Kritik bermunculan karena proyek ini bergantung kepada tenaga kerja China dan menggunakan bahan dasar dari Afrika.
PM Li Ahad lalu menyampaikan bahwa perusahaan konstruksi akan memberdayakan tenaga kerja Afrika sesuai hukum yang berlaku.
Sebelumnya dikabarkan bahwa China menawarkan pinjaman komersil senilai $1,6 miliar dan penyediaan fasilitas lunak senilai $1,63 miliar untuk memfasilitasi pembiayaan proyek ini. Nilai ini menutup 85% dari total pengunaan biaya untuk proyek ini, dengan nilai estimasi sebesar $3,8 miliar.