Bisnis.com, JAKARTA - Meneruskan tradisinya selama ini, Dewan Menteri The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) mengadakan pertemuan tahunannya yang berlangsung pertengahan pekan ini di di Kantor Pusat OECD, di Paris, Prancis.
“Pada hari pertama, OECD meluncurkan program asistensi untuk kawasan Asia Tenggara dengan fokus pada upaya mendukung negara-negara ASEAN dalam melaksanakan proses integrasi regional,” jelas Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Kemendag, Iman Pambagyo.
Ini, lanjutnya, merupakan pengakuan dari OECD atas arti penting ASEAN sebagai motor penggerak integrasi ekonomi di kawasan ini, dan Indonesia sebagai mitra kunci OECD tentunya menyambut baik perkembangan ini
Sementara itu, pada hari ke-2 Menteri Perdagangan RI Muhammad Lufi memimpin Delegasi Indonesia yang membahas dua isu yaitu mengenai “Kemitraan bagi Daya Tahan Global dan Pembangunan sebagai Pemberdayaan” dan “Penguatan Sistem Perdagangan Multilateral dalam kaitan dengan Mata Rantai Dunia”.
Delegasi yang dipimpin Mendag ini diperkuat antara lain oleh Dirjen KPI Kemendag, Duta Besar RI di Paris, dan Duta Besar RI untuk WTO.
Topik khusus yang dibahas pada sesi “Kemitraan bagi Daya Tahan Global dan Pembangunan sebagai Pemberdayaan” antara lain mengenai upaya menghindari “middle-income trap” dan kerja sama OECD dengan negara berkembang pada isu mengenai kelembagaan yang efektif dan pengembangan pembiayaan melalui investasi, pendapatan pajak, dan bantuan resmi pemerintah.
Pada sesi ini, Mendag juga menyampaikan pandangannya mengenai pertumbuhan kelas menengah di Indonesia yang akan menjadi faktor penarik investasi, sekaligus meningkatkan tekanan sosial dan lingkungan.
Sedangkan pada sesi “Penguatan Sistem Perdagangan Multilateral dalam kaitan dengan Mata Rantai Dunia”, anggota OECD umumnya menekankan perlunya implementasi segera dari Perjanjian Fasilitasi Perdagangan yang disepakati pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) WTO pada 2–7 Desember 2013 di Bali, Indonesia.
Pandangan lain yang cukup mendapat dukungan peserta adalah perlunya segera didorong perundingan plurilateral di sektor jasa dan perluasan perjanjian teknologi informasi.
Pada kesempatan ini, Mendag Lutfi menyampaikan bahwa hasil-hasil yang dicapai di Bali tidak dapat diimplementasikan secara sepotong-sepotong karena merupakan satu paket yang inklusif dan seimbang.
Pandangan yang sama juga disampaikan oleh Mendag Lutfi dalam pertemuan informal para Menteri yang menangani perundingan WTO yang diadakan segera setelah pertemuan OECD ditutup.
Mendag menekankan perlunya menjaga pendekatan inklusif dan seimbang dalam menindaklanjuti KTM Bali dalam pertemuan yang dihadiri oleh Dirjen WTO Roberto Azevedo; perwakilan Negara Anggota WTO yang mengikuti pertemuan OECD, termasuk Lesotho sebagai wakil Kelompok Afrika dan Uganda yang mewakili kelompok Least-Developed Countries (LDCs).
“Mendag menyampaikan bahwa bagi negara berkembang seperti Indonesia, diskusi mengenai tindak lanjut KTM Bali harus tetap ditujukan pada penciptaan sistem perdagangan multilateral yang lebih adil,” jelas Iman.
Dengan memperhatikan adanya kecenderungan negara maju untuk melakukan ‘cherry-picking’, yakni mendorong implementasi kesepakatan-kesepakatan yang menguntungkan negara maju saja,
Mendag menyampaikan perlu dipertimbangkan penyusunan semacam road map yang sama sekali baru dan berbeda dari pandangan yang berkembang dalam pertemuan Paris ini.