Bisnis.com, JAKARTA - Nilai mata uang Rusia, ruble terus menurun sebagai dampak langsung kebijakan bank sentral Rusia dalam menghadapi kondisi genting.
Akibatnya, biaya hidup masyarakat Rusia meninggi, karena harga barang-barang impor menjadi lebih mahal.
Konsumsi warga Rusia goyah, sehingga mengancam kelumpuhan pilar ekonomi lain. Hal ini merupakan efek runtun dari perluasan sanksi ekonomi Amerika Serikat dan Uni Eropa atas aksi Vladimir Putin yang memicu penjulan aset Rusia.
Selama 2014, nilai ruble telah menyusut 8%, performa terburuk kedua setelah peso Argentina, di antara mata uang 24 negara berkembang.
Bank sentral Rusia telah mencoba untuk menghentikan penurunan nilai mata uang dengan meningkatkan tingkat suku bunga 2 kali dalam 2 bulan terakhir, dengan total peningkatan sebesar 2%. .
Menurut perhitungan International Monetary Fund (IMF), aliran modal mengindikasikan negara dengan kekayaan senilai $2 triliun ini tengah terancam resesi.
Prediksi ekonomi pun dipangkas untuk kedua kalinya dalam waktu kurang dari bulan, yaitu menjadi 0,2% tahun ini, menurun dari 1,3% dari tahun sebelumnya.
“Sektor perekonomian memburuk, pendapatan tidak tumbuh, ekonomi pun tidak tumbuh. Ditambah lagi, ruble kehilangan nilainya dan meningkatkan inflasi. Pemasukan konsumen akan menurun,” kata Olga Sterina, ekonom UralSib di Moskow.