Bisnis.com, Jakarta - Menjelang pelaksanaan Piala Dunia 2014, di Brasilia, sejumlah harga barang dan jasa sudah merangkak, naik. Wisatawan yang akan berkunjung ke perhelatan akbar tersebut disarankan membawa banyak uang tunai.
Mendekati pertandingan pembuka, restoran dan hotel menjadi lebih mahal. Segelas caipirinha (minuman lokal berbasis tebu pilihan) dihargai US$10, harga sepiring risotto mencapai US$100, bahkan satu kamar hotel standard dikenakan harga US$1.000 per malam.
Kenaikan harga dipicu oleh banyak ketidakseimbangan dan kebijakan pemerintah yang telah menahan pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir .
Bahkan di Sao Paulo, sebagai daerah pusat bisnis perkebunan kopi terbesar di Brasil, mematok harga produksi espresso mencapai dua kali lipat dibandingkan dengan harga di Lisbon, kota pengimpor kopi dari Sao Paulo.
“Ini tidak masuk akal, “ Kata Duarte, konsultan farmasi yang sering menghabiskan waktu di dua kota tersebut. “Kita bicara mengenai salah satu kota yang memproduksi kopi, dan kota lainnya yang mengimpor,”tuturnya.
Harga tinggi bukanlah hal yang baru di Brasil. Negara ini memiliki sejarah panjang mengenai ketidakstabilan ekonomi dan inflasi. Pada 1993, sempat melambung ke titik tertinggi 2.400 %.
Inflasi hari ini jauh lebih mudah diatasi yakni mencapai sekitar 6% per tahun, meskipun angka tersebut tergolong tinggi untuk standar internasional. Sao Paulo , misalnya, merupakan kota paling mahal di benua Amerika dan ke-19 yang termahal di dunia. Sao Paulo berada di depan New York dan London menurut survei terbaru perusahaan konsultan Mercer . Sementara itu, Rio de Jeneiro masuk sebagai salah 30 kota paling mahal di dunia.
Salah satu pemicu harga menjadi sangat tinggi dikarenakan biaya berbisnis yang sangat tinggi, karena biaya pajak yang tidak jelas, tarif impor, birokrasi dan infrastuktur yang buruk membuat Brasil sebagai tempat yang sulit untuk mengembangkan bisnis.
Para ekonom menyebutnya, " Brazil Cost " atau " Custo Brasil". Hal tersebut membuat barang-barang manufaktur 30% lebih mahal daripada yang diproduksi di luar negeri , menurut sebuah studi oleh federasi industri Rio de Janeiro.
Lebih buruk , biaya produksi merangkak naik dalam beberapa tahun terakhir seiring permintaan meningkatnya upah dan harga energi , sementara kebijakan pemerintah yang ditujukan untuk memperkuat konsumsi rumah tangga telah mendorong kenaikan harga dasar.